Seperti yang telah
diungkapkan sebelumnya, psikopatologi anak adalah “normal development gone awry” dan beberapa tingkah laku yang
bermasalah adalah hal yang normal. Berikut akan dibahas beberapa tingkah laku
bermasalah yang dapat dianggap sebagai hal yang normal sesuai dengan
perkembangan anak dan remaja saat itu.
Campbell
(1989, 2002 dalam Wenar & Kerig) menyebutkan beberapa masalah perkembangan yang
bukan psikopatologis yang umum terjadi selama periode bayi sampai periode preschool. Berikut masalah perkembangan
yang bukan psikopatologis tersebut.
The “Difficult”
Infant (Bayi yang “sulit”)
Beberapa anak mudah untuk diasuh, sementara beberapa
anak lainnya tidak mudah diasuh. Anak yang tidak mudah diasuh ini cenderung mudah
marah, lambat beradaptasi pada perubahan dari kebiasaan sehari-hari, reaksinya
berlebihan dan negatif, dan fungsi biologisnya tidak teratur.
Jika diasuh dengan sensitif, bayi yang “sulit” ini
dapat mengatasi fase sulit ini. Tetapi jika pengasuhnya tidak sabar dan tidak
toleran, atau mengubah kebiasaan sehari-hari secara tiba-tiba dan sering,
kemungkinan masalah perilaku akan meningkat pada periode balita.
The Defiant Toddler (Balita yang Menantang)
Masalah disiplin dan ketidakpastian mengenai kapan
dan bagaimana mengatur batasan merupakan kekhawatiran besar dari para orangtua
yang memiliki anak balita. Kebanyakan, masalah yang dihadapi spesifik pada
tahap tertentu dan tidak meninggalkan sisa.
Kesalahan pengasuhan (mismanagement) dari orang tua, misalnya terlalu mengatur, dapat
meningkatkan kemungkinan masalah pada anak akan berkembang dan menetap.
The Insecurely
Attached Child (Anak yang Tidak Aman Dalam Kasih Sayang)
Bayi yang memperoleh kasih sayang yang tidak
membuatnya aman akan memiliki resiko berkembang menjadi anak-anak yang memiliki
masalah pada area inisiatif dan relasi sosial.
Masalah tersebut tidak dapat dihindari, dan dapat
diminimalisir dengan pengasuhan yang sensitif.
The Aggressive
or Withdrawn Preschooler (Anak Preschool yang
Agresif atau Menarik Diri/Pendiam)
Perilaku agresif terhadap anak sebayanya merupakan
keluhan yang paling umum disampaikan oleh orangtua maupun guru dari anak preschool. Anak laki-laki cenderung
lebih agresif dibandingkan anak perempuan.
Penarikan diri secara sosial cenderung jarang dan
belum ada penelitian yang memuaskan mengenai hal ini. Terdapat bukti sementara
yang menyatakan bahwa anak yang malu (shy)
dan pendiam cenderung memiliki resiko yang lebih kecil untuk mengembangkan
perilaku bermasalah dibandingkan dengan anak yang “mengganggu” (disruptive). Tetapi, resiko tersebut
dapat meningkat dalam kasus-kasus ekstrem jika dikombinasikan dengan masalah
internalisasi lainnya, seperti separation
anxiety atau dysphoric mood.
Sementara itu, American
Psychological Association (2002 dalam Wenar & Kerig) menyebutkan
beberapa masalah perilaku yang normal terjadi selama masa remaja. Perilaku
tersebut diantaranya adalah sebagai berikut.
The
Oppositional Adolescent (Remaja yang Menentang)
Remaja seringkali melatih keterampilan penalaran
lebih tinggi yang baru mereka miliki dengan berdebat dengan orang dewasa, terus
menerus membantah dan melawan orang tua mereka. Mereka juga sering kali sangat
kritis terhadap orang-orang dewasa di sekitar mereka, terlihat dengan sengaja
mencari ketidaksesuaian, kontradiksi, atau pengecualian dari apa yang dikatakan
orang dewasa.
Kesukaan remaja untuk menentang atau berdebat ini
dapat dilihat sebagai bentuk latihan kognitif yang membantu remaja untuk
mengembangkan keterampilan berpikir kritis mereka.
The Overly
Dramatic/Impulsive Youth (Anak Muda yang Mengikuti Dorongan/Terlalu Dramatis)
Tahun-tahun remaja merupakan masa mempertinggi
emosionalitas dan, terkadang, berpikir terburu-buru. Remaja juga memiliki
kecenderungan untuk terlalu melebih-lebihkan dan mendramatisir karena mereka
mengalami dunia mereka dengan cara yang biasanya hebat (intense). Bagi remaja, apa yang ia alami saat itu memang terlihat
menakutkan.
The Egocentric
Teenager (Remaja yang Egosentris)
Remaja fokus untuk menjelajah masalah-masalah yang
menonjol sesuai tahap perkembangannya, seperti identitas, peran gender, dan seksualitas. Hal itu membuat
remaja terlihat fokus pada dirinya sendiri (“me-centered”) bagi orang dewasa. Seiring berjalannya waktu, remaja
dapat diharapkan untuk mengembangkan orientasi yang lebih bersifat timbal-balik
(reciprocal). Kemampuan mengambil
perspektif tidak berkembang secara alami. Keterampilan ini dapat diajarkan.
Sumber: Wenar, Charles & Kerig, Patricia. Developmental Psychopathology, Fifth Edition.
Bandung, 11 Juni 2013
00:50 waktu laptopku
No comments:
Post a Comment