Sunday, May 12, 2013

Menghadapi Interviewee yang Cemas


Beberapa hal yang dapat dilakukan ketika mengetahui bahwa Itee cemas diantaranya adalah: 

- Ketika mengetahui Itee cemas saat rapport, sarankan Itee tersebut untuk membicarakannya. Beberapa kata-kata yang dapat digunakan diantaranya adalah: 
  • “Saya paham bahwa sulit untuk berbicara pada saat pertama. Saya ingin tahu, apa yang menjadi perhatian Anda saat berada disini hari ini.” 
  • “Saya paham bahwa sulit untuk bercerita mengenai perasaan pribadi. Apakah ada yang dapat saya lakukan untuk membantu membuat hal ini lebih mudah?” 
  • “Ini hal yang berat, ya?” 
  • “Ada hal yang membuat Anda berat membicarakan mengenai hal ini. Apakah Anda dapat mengatakan pada saya apa yang membuatnya menjadi berat?” 
  • “Saya paham, sulit untuk berbicara pada orang asing, dan butuh waktu bagi Anda/kamu untuk percaya pada saya. Itu hal yang biasa dan alami. Saya tidak mengharapkan Anda/kamu untuk mengatakan hal-hal yang membuatmu tidak nyaman kecuali Anda/kamu siap untuk melakukannya.” 
  • “Tidak apa-apa jika Anda belum ingin membahas mengenai hal ini.” 
Pernyataan terakhir ini memberi kesempatan pada itee untuk menunggu dan juga menentukan harapan itee, yaitu apakah ia ingin melanjutkan topik tersebut saat ini atau ingin menunda mendiskusikan topik tersebut. 

- Jika usaha yang telah dilakukan di atas gagal dan itee tetap tidak mau berbicara atau bercerita, kita mungkin perlu menekankan mengenai tanggung jawab Itee padanya. Katakan dengan lembut. Misalnya dengan berkata, “Kita harus bekerja sama. Kita tak akan bisa mencapai banyak hal, kecuali jika Anda/kamu bercerita lebih banyak mengenai diri Anda/kamu.” 

- Jika Itee masih belum siap untuk mendiskusikan hal-hal yang sensitif atau memicu kecemasan, kembalilah pada topik tersebut pada saat yang tepat. Tidak perlu memaksakan untuk membahas topik itu saat itu juga. 

- Ketika menghadapi anak-anak kecil yang mungkin tidak mengerti bahwa kita berharap mereka berbagi informasi atau mereka tidak mengerti bahwa mereka memiliki masalah, yang dapat dilakukan adalah bersabar dan dorong atau ajak mereka berbicara sambil bermain atau melakukan aktivitas lain. 

- Ketika mengetahui bahwa Itee cemas terhadap beberapa hal yang telah ia ceritakan atau bagi kepada kita, hal yang dapat dilakukan diantaranya: 
  • Mengurangi kecemasan Itee tersebut dengan berkata, “Apa yang Anda rasakan/pikirkan ketika berbagi pengalaman ini dengan saya?” 
  • Memuji Itee karena telah berbagi, misalnya dengan berkata, “Anda telah melakukan sesuatu yang baik sekali dengan berbagi mengenai hal-hal yang sulit bagi Anda. Ini benar-benar membantu saya untuk memahami apa yang telah Anda alami.” 
Gunakan kalimat pujian yang fokus pada kegiatan berbagi yang telah dilakukan itee, bukan pada isi pernyataan yang disampaikannya.


Sumber:
Sattle, Jerome M. 2002. Assessment of Children: Behavioral and Clinical Application, Fourth Edition. California: Jerome M. Sattler, Publisher, Inc.


Ket.
Ini lanjutan tugas kuliah yang dikumpul Senin, 6 Mei 2013 lalu.


Bandung, 12 Mei 2013
22:22 waktu laptopku

Kecemasan Interviewee Saat Clinical Assessment Interview

Beberapa orang mungkin akan mengalami kecemasan ketika menghadapi clinical assessment interview, baik anak yang bersangkutan (mulai dari anak yang kecil sampai yang lebih dewasa), maupun orang tua atau orang dekat anak tersebut yang datang bersamanya.

Berikut adalah beberapa contohnya.
  • Anak-anak atau orang tua yang terlalu malu untuk mendiskusikan alasan mereka berada di tempat clinical interview.
  • Beberapa anak yang ingin tahu apa yang akan dilakukan padanya setelah dilakukan asesmen atau pengetesan.
  • Beberapa orang tua yang khawatir mengenai seberapa parah masalah anak mereka dan apa yang dapat mereka lakukan terkait hal itu.

Beberapa hal yang membuat Itee cemas, seperti yang telah diungkapkan di atas, diantaranya adalah.
  • Malu mendiskusikan alasan mereka berada di tempat clinical interview.
  • Ingin tahu apa yang akan dilakukan padanya setelah dilakukan asesmen atau pengetesan.
  • Khawatir mengenai seberapa parah masalah anak mereka dan apa yang dapat mereka lakukan terkait hal itu.
  • Belum siap untuk menceritakan hal-hal yang terlalu pribadi dan membuatnya tidak nyaman.

Ketika Itee cemas, terdapat beberapa tanda-tanda yang dapat menunjukkan hal itu, baik secara verbal maupun nonverbal.

Tanda-tanda kecemasan secara verbal diantaranya adalah sebagai berikut:
  • Itee memperbaiki kalimat yang diucapkannya beberapa kali.
  • Slip of the tongue, misalnya Itee tidak dapat menyebutkan kata-kata yang sebenarnya sudah ada di pikirannya, salah mengucapkan kata-kata yang seharusnya, dan sebagainya.
  • Repetition, misalnya mengulang kalimat atau kata-kata yang sama berkali-kali.
  • Gagap.
  • Suara yang membingungkan atau mengganggu.
  • Omissions, misalnya beberapa kata lupa diucapkan atau terlewatkan.
  • Berkali-kali menggunakan ekspresi seperti “Uh”.

Tanda-tanda kecemasan Itee secara nonverbal diantaranya adalah sebagai berikut:
-          Berkeringat
-          Menggigil
-          Gelisah
-          Resah atau banyak bergerak (melakukan gerakan yang tidak penting)
-          Mengepalkan tangan
-          Gugup atau gemetar
-          Mengerutkan dahi
-          Senyum yang dipaksakan



Sumber:
Sattle, Jerome M. 2002. Assessment of Children: Behavioral and Clinical Application, Fourth Edition. California: Jerome M. Sattler, Publisher, Inc.

Ket.
Ini adalah tugas kuliah yang dikumpul Senin, 6 Mei 2013 lalu.

Bandung, 12 Mei 2013
10:01 PM waktu laptopku

Sunday, May 5, 2013

Interpretasi Stanford-Binet Fifth Edition (SB5)


Beberapa waktu yang lalu, kami mendapat tugas untuk mencari berbagai informasi mengenai alat tes Stanford-Binet. Saat itu, saya mendapat tugas untuk mencari informasi mengenai interpretasi alat tes tersebut. Berikut adalah berbagai informasi yang saya temukan mengenai interpretasi alat tes Stanford-Binet edisi kelima (SB5).

INTERPRETASI SKOR
Stanford-Binet Fifth Edition (SB5) mengukur hal-hal berikut:
-          Skor verbal dan nonverbal umum
-          Full Scale Intelligence Quotient secara keseluruhan.
-          Skor gabungan (composite score) yang membahas kemampuan umum secara keseluruhan di lima area. Kelima area ini berhubungan dengan model CHC (Carroll-Cattell-Horn) five factor yang menjadi dasar perancangan SB5.
Dalam SB5 termasuk sepuluh subtes yang juga dapat digunakan untuk menganalisis dan masing-masingnya dibagi di antara lima konstruksi menjadi verbal dan nonverbal.

Langkah-Langkah Interpretasi SB5
Berikut adalah tujuh langkah strategi menginterpretasi Stanford-Binet Fifth Edition seperti yang dikutip oleh Gale H. Roid & R. Andrew Barram (2004) dalam buku Essentials of Stanford-Binet Intelligence Scale (SB5) Assessment, dari Stanford-Binet Fifth Edition, Examiner’s Manual oleh Gale H. Roid, Ph.D. Copyright 2003 by The riverside Publishing Company.

Langkah 1: Asumsi (Assumption)
Asumsi pertama adalah instruksi terstandar diikuti secara tepat. Ketika prosedur terstandar diubah, penggunaan interpretasi normatif akan beresiko. Perubahan prosedur dapat membuat perbandingan normatif menjadi tidak berlaku. Begitu juga jika ada kondisi fisik atau faktor lainnya yang terjadi pada testee selama pemeriksaan yang mempengaruhi kinerja testee.

Contohnya, misalnya testee memiliki kerusakan tulang yang signifikan dan tidak dapat berespon secara akurat pada beberapa item tes, seperti memindahkan balok atau yang lainnya. Seperti yang diuraikan dalam Braden dan Elliot (2003), modifikasi diperlukan (dan mungkin dibutuhkan berdasarkan panduan etis dan hukum) dan dapat diaplikasikan pada SB5. Bagaimanapun, modifikasi yang mengubah administrasi terstandar dengan menyediakan waktu tambahan atau bantuan tambahan oleh tester dapat mengubah asumsi dasar pengetesan. Modifikasi yang signifikan dapat membuat penggunaan tabel standar norma menjadi tidak berlaku, dan kesimpulan dari interpretasi tes harus diadaptasi.

Asumsi dasar lainnya adalah administrasi tes yang valid dilakukan. Beberapa factor dapat membuat sesi pengetesan tidak valid. Sumbernya dapat berupa penyakit atau gangguan yang ekstrem dari testee, interupsi yang tidak diperkirakan, subtes yang rusak (contoh kerusakan yang fatal misalnya mengakhiri terlalu cepat, kehilangan material tes, dan kecelakaan lain yang tidak diperkirakan), dan kejadian tidak biasa lainnya yang terjadi di sekitar tempat pengetesan. Jadi, interpretasi harus disesuaikan jika sesi pengetesan disepakati. Alternatifnya adalah skor IQ dapat diperbaiki dengan menggunakan tabel jumlah skor berskala yang dibagi rata (Roid, 2003c, p.256). Hal ini harus dicatat pada form pencatatan SB5 dan dalam laporan yang digunakan untuk menggambarkan hasil pengetesan.

Langkah 2: Latar Belakang dan Konteks (Background and Context)
Etnik, jenis kelamin, agama, budaya, atau karakteristik latar belakang testee yang lain dapat memberikan efek pada interpretasi tes. Langkah ini memperhatikan konteks sebagai efek dari latar belakang testee yang mempengaruhi interpretasi hasil SB5.

Testee dengan latar belakang budaya yang unik atau memiliki riwayat imigrasi yang baru memiliki tingkat akulturasi yang beragam. Karenanya, pemeriksa harus sadar bahwa status akulturasi harus dinilai dan menggunakan teknik interview atau metode lain untuk mengetahui tingkat dan tipe akulturasi yang diperoleh oleh testee.

Konteks dari testee dapat mempengaruhi keterampilannnya mengikuti pemeriksaan atau sikapnya terhadap pemeriksaan.

Langkah 3: Nonverbal Versus Verbal
Gabungan keduanya merupakan starting point terbaik untuk menginterpretasikan SB5. Gabungan IQ nonverbal dan verbal ini disebut dengan Full Scale IQ (FIQ). Akan tetapi, jika terdapat perbedaan yang signifikan diantara skor nonverbal dan verbal, maka FIQ tidak dapat menggambarkan tingkat pemfungsian secara tepat.

Aturan umum untuk menginterpretasi adalah:
a.   Pertama kali, periksa perbedaan NVIQ (Nonverbal IQ) dibandingkan VIQ (Verbal IQ) yang signifikan secara klinis dan statistik.
b.   Interpretasikan FSIQ jika perbedaannya kecil dan tidak perlu dipertimbangkan (secara statistic atau frekuensi). Perbedaan yang dianggap penting secara klinis adalah perbedaan yang lebih dari 14 poin.

Pengertian Skor IQ SB5:
·    Full Scale IQ (FSIQ) mengukur kemampuan yang berbeda-beda secara kompleks, mencakup kemampuan untuk menalar kata-kata dan visual material, kemampuan untuk menyimpan dan kemudian memanggil kembali (retrieve) serta mengaplikasikan pengetahuan penting, lebarnya rentang memori mengenai detil visual dan kata-kata, kemampuan spatial-visualization, dan kemampuan untuk menyelesaikan masalah baru yang berhubungan dengan angka-angka dan konsep angka.
·    Nonverbal IQ (NVIQ) mengukur keterampilan penalaran dalam menyelesaikan permasalahan abstrak yang berorientasi gambar, mengingat fakta dan gambar (figures) yang diberikan dalam tampilan visual, menyelesaikan permasalah numerical yang diperlihatkan dalam bentuk gambar, mengumpulkan puzzle visual, dan mengingat informasi yang diberikan dalam visual space seperti block-tapping sequences. NVIQ memperlihatkan bagaimana seseorang memanggil kembali (retrieve) dan memanipulasi informasi yang diberikan dalam bentuk kata-kata dan kalimat yang tertulis atau disampaikan secara lisan.
·    Verbal IQ (VIQ) mengukur kemampuan penalaran verbal umum, yaitu memecahkan masalah dalam bentuk kata-kata, kalimat, atau cerita yang diberikan secara tertulis maupun disampaikan secara lisan. VIQ menggambarkan kemampuan testee untuk menjelaskan detail dan kejadian-kejadian dengan jelas, secara verbal memberikan alasannya terhadap jawaban permasalahan yang ia berikan, mengingat detail dari kata-kata dan kalimat yang diucapkan, dan menjelaskan hubungan spasial.

Langkah 4: Full Scale IQ
FSIQ menyediakan indeks ringkasan kemampuan kognitif umum yang paling global mengenai lima faktor kognitif yang diukur oleh SB5. FSIQ juga merupakan indeks yang paling reliabel dibandingkan semua skor SB karena FSIQ didasarkan pada semua bagian tes dan penelitian memperlihatkan adanya konsistensi secara internal. Peneliti teori inteligensi, seperti Carroll (1993) dan Gustafsson (1984), mengatakan bahwa FSIQ memperkirakan kemampuan umum (g = general ability) yang mendasari semua skor dalam rangkaian tes kognitif pada umumnya.

Kauffman (1990) menemukan bahwa general ability (FSIQ) sangat berhubungan dengan jumlah tingkat pendidikan yang diselesaikan, tingkat pekerjaan, dan kriteria lainnya yang penting dalam masyarakat. Meskipun tidak secara sempurna memperkirakan tingkah laku masa depan, FSIQ merupakan salah satu prediktor paling kuat terhadap kesuksesan secara keseluruhan dalam pendidikan dan pekerjaan dibandingkan alat pengukuran psikologis lain yang tersedia. Tentunya tidak ada alat tes inteligensi tertentu yang dapat mengukur semua atribut individu yang mengarah pada kesukesan di sekolah, pekerjaan, dan kehidupan. Dimensi-dimensi yang tidak diukur oleh FSIQ dari SB5 diantaranya adalah kemampuan atletik (athletic ability), kemampuan musikal (musical ability), kreativitas (creativity), keterampilan kehidupan sehari-hari (daily living skills), dan ketekunan (perseverance). Oleh karena itu, FSIQ memainkan peranan penting dalam interpretasi tes, tetapi tidak seharusnya dijadikan satu-satunya kriteria untuk mengevaluasi potensi seseorang untuk sukses di kehidupan.

General ability yang digambarkan dalam FSIQ juga dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan yang dapat meningkatkan atau menurunkan kinerja kognitif (cognitive performance). Misalnya, kemiskinan atau kehilangan budaya (cultural deprivation), penyakit atau luka yang tidak sengaja, dan kekerasan atau siksaan dapat menurunkan pemfungsian kognitif sesesorang. Sementara kekayaan, kesehatan, dan lingkungan yang melindungi dapat meningkatkan pertumbuhan kognitif. Oleh karena itu, FSIQ seharusnya tidak diberikan dalam bentuk single number yang berupa kualitas yang tidak berubah, statis, dan berlaku sepanjang hidup. Semua IQ seharusnya diberikan dalam rentang skor yang mungkin karena tingkat kesalahan pengukuran muncul di semua skor.

Misalnya: Skor FSIQ testee adalah 73. Skor dengan tingkat kepercayaan 90% berada pada rentang 71-77. Skor dengan tingkat kepercayaan 95% berada pada rentang 70-78.
Rentang kepercayaan tidak simetris di sekotar skor testee, berdasarkan rekomendasi dari Dudek (1979). Rentang dibuat dengan pusatnya adalah perkiraan true score. True score diperkirakan mendekati mean (100), bukan mendekat observed score.

Langkah 5: Skor Factor Index (Factor Index Score)
Penggunaan 5 factor index score pada tingkat interpretasi selanjutnya memiliki beberapa alasan, diantaranya:
1.   Factor index score lebih reliabel dibandingkan skor subtes individual.
2.   Factor index score berdasarkan penelitian yang luas terhadap kemampuan kognitif selama hampir 50 tahun (misalnya Carroll, 1993; Cattell, 1943; Horn & Cattell, 1966).
3.   Matriks dari factor index score ini merupakan standard score yang umum digunakan dalam beberapa tes yang berbeda.
4.   Faktor kognitif yang diukur oleh SB5 sejalan dengan teori CHC (McGrew  Woodcock, 2001) dan pendekatan cross-battery yang dikembangkan oleh McGrew dan Flanagan (misalnya: Flanagan & Ortiz, 2001; McGrew & Flanagan, 1998)

SB5 mengukur 5 dari 10 CHC (Cattell-Horn-Carroll) broad factors, yaitu:
      Fluid Reasoning
»    Kemampuan untuk menyelesaian permasalahan verbal dan nonverbal menggunakan penalaran induktif (khusus ke umum) atau deduktif, terdiri dari pemecahan masalah yang baru, memahami hubungan yang tidak terbatas secara budaya.
      Knowledge
»    Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh melalui pendidikan formal dan informal, yaitu akumulasi informasi umum yang diperoleh seseorang di rumah, sekolah, dan tempat kerja.
      Quantitative Reasoning
»    Fasilitas yang dimiliki individu untuk memecahkan masalah angka dan numerik, yaitu pengetahuan mengenai pemikiran matematis, termasuk konsep angka, perkiraan, pemecahan masalah, dan pengukuran.
      Visual-Spatial Processing
»    Kemampuan individu untuk melihat pola, hubungan, orientasi spasial, atau keseluruhan (gestalt whole) diantara potongan tampilan visual yang beragam.
      Working Memory
»    Proses kognitif dimana informasi beragam disimpan di short-term memory diperiksa, diurutkan, dan diubah.


Langkah 6: Perbandingan Subtes Nonverbal dan Verbal (Comparison of Nonverbal and Verbal Subtests)
Langkah yang dapat dilakukan adalah membandingkan masing-masing skor subtes dengan skor subtes individu secara keseluruhan. Metode ini menyediakan pendekatan konservatif untuk menemukan kekuatan dan kelemahan tanpa menginterpretasi secara berlebihan perbedaan yang kecil.

Langkah berikutnya dalam membandingkan skor subtes adalah dengan hati-hati membandingkan perbedaan yang besar antara masing-masing pasangan subtes verbal dan nonverbal (misalnya: Verbal Knowledge vs. Nonverbal Knowledge). Terdapat sejumlah implikasi neuropsikologis terhadap perbedaan ini.

Berikut adalah tabel hal-hal yang diukur oleh masing-masing subtes.



Langkah 7: Interpretasi Kualitatif (Qualitative Interpretation)

Berikut adalah tiga strategi utama untuk interpretasi kualitatif SB5:
a.   Menggunakan tingkah laku saat sesi pengetesan untuk menegaskan interpretasi skor tes.
b.   Testing the limits, boleh dikatakan, dengan prosedur pengetesan kembali atau interview yang mengikuti penyelesaian administrasi SB5 terstandar.
c.   Beragam interpretasi khusus untuk subtes tertentu.

Catatan
Hindari interpretasi berlebihan dari hasil SB5. Hasil asesmen intelektual, seperti SB5, seharusnya tidak pernah diinterpretasikan secara terpisah. Pemeriksa harus mempertimbangkan konteks evaluasi, kondisi lingkungan pemeriksaan, tingkah laku dan mood testee selama pemeriksaan, dan kemungkinan ketidakmampuan  serta factor budaya atau bahasa. Hasil dapat diinterpretasikan dengan kepercayaan diri tinggi ketika pemeriksa memasukkan instrumen asesmen lainnya yang menunjang makna skor SB5. Instrumen asesmen tersebut dapat mencakup interview klinis, asesmen emosi dan kepribadian (emotional and personality assessment), tes prestasi akademik (academic achievement test), asesmen memori dan neurological lainnya (memory and other neurological assessment), assessment of malingering. Penggunaan skor tanpa pemahaman kontesktual yang baik dapat mengarah pada keputusan yang tidak tepat dan tidak etis.



Sumber:

Becker, K. A. (2003). History of the Stanford-Binet intelligence scales: Content and psychometrics. (Stanford-Binet Intelligence Scales, Fifth Edition Assessment Service Bulletin No. 1). Itasca, IL: Riverside Publishing.

Chase, Danielle. (2005). Underlying Factor Structures of the Stanford-Binet Intelligence Scales – Fifth Edition. A Thesis Submitted to the Faculty of Drexel University in partial fulfillment of the requirements for the degree of Doctor of Philosophy.

Reynolds, C. R. & Kamphaus, R. W. (2003). Handbook of Psychological And Educational Assessment: Intelligence, Aptitude, And Achievement (2nd Ed.). New York: Guilford.

Roid, Gale H. & Barram, R. Andrew. (2004). Essentials of Stanford-Binet Intelligence Scale (SB5) Assessment. John Wiley & Sons, Inc.

Turman, E. & Merrill, M. (1973). Stanford-Binet Intelligence Scale: Manual for the Third Revision, Form L-M. Boston: The Houghton-Mifflin Company. Diunduh dari http://www.icpsr.umich.edu/icpsrweb/PHDCN/descriptions/sb-w1-w2.jsp pada 21 April 2013 pukul 08.45.



Bandung, 5 Mei 2013
12:55 waktu laptopku

Kekuatan dan Keterbatasan Stanford-Binet

Stanford-Binet adalah salah satu alat tes kecerdasan yang banyak digunakan, salah satunya di Indonesia. Ternyata, alat tes ini sudah mengalami beberapa kali pengembangan, yaitu dipublikasikan pertama kali di tahun 1916, lalu direvisi pada tahun 1937, 1960/1973, 1986, dan terakhir pada tahun 2003.

Berikut adalah kekuatan dan keterbatasan dari masing-masing edisi Stanford-Binet seperti yang dikutip dari Stanford-Binet Intelligence Scales, Fifth Edition; Assessment Service Bulletin Number 1, berjudul History of the Stanford-Binet Intelligence Scales: Content and Psychometrics yang ditulis oleh Kirk A. Becker (2003).



Stanford-Binet yang dipublikasikan pada tahun 2003 ini adalah Stanford-Binet edisi terbaru, yaitu edisi kelima. Karena pada saat buletin tersebut diterbitkan belum ada diskusi lebih lanjut mengenai Stanford-Binet edisi kelima ini, maka belum ada informasi mengenai keterbatasan alat tes ini.


Sumber:
Becker, K. A. (2003). History of the Stanford-Binet intelligence scales: Content and psychometrics. (Stanford-Binet Intelligence Scales, Fifth Edition Assessment Service Bulletin No. 1). Itasca, IL: Riverside Publishing.


Bandung, 5 Mei 2013
12:40 waktu laptopku