Tuesday, April 22, 2014

Perkembangan Sosioemosional Bayi

0-1 months
  1. Munculnya variasi temperamental.
  2. Muncul ekspresi wajah tertarik, kesakitan, jijik, dan bahagia.

1-4 months
  1. Membedakan ekspresi emosi pada orang lain.
  2. Subjective self berkembang.
  3. Ekspresi wajah marah dan sedih muncul pada usia 2 atau 3 bulan.
4-8 months
  1. Attachment, separation anxiety, stranger anxiety, dan secure base behavior muncul pada usia 6-8 bulan. 
  2. Ekspresi wajah takut muncul pada usia 6 atau 7 bulan.

8-12 months
  1. Social referencing (anak menggunakan ekspresi wajah orang lain sebagai panduan terhadap emosinya sendiri.
  2. Subjective self (kesadaran anak bahwa ia terpisah dari lingkungan dan ia akan tetap ada melalui ruang dan waktu dan dapat bertindak terhadap lingkungan) berkembang dengan utuh.
  3. Berusaha untuk mendapatkan senyuman dari orang lain ketika berusia 8 - 10 bulan.

12-18 months
  1. Stranger anxiety (ekspresi tidak nyaman karena kehadiran orang lain) dan separation anxiety (ekspresi tidak nyaman ketika berpisah dari attachment figure) menurun.
  2. Klasifikasi attachment pada anak terlihat (secure, insecure/aviodant, insecure ambivalent, atau insecure/disorganized).
  3. Bermain bersama sebelum usia 14 bulan.

18-24 months
  1. Self-recognition: anak mengenali bagian-bagian tubuhnya, misalnya memegang hidungnya sendiri, bukan hidungnya di cermin.
  2. Categorical self berkembang: anak memahami bahwa dirinya dapat dijelaskan dengan berbagai kategori seperti jenis kelamin atau dijelaskan dengan berbagai kualitas seperti pemalu.
  3. Muncul ekspresi wajah untuk bangga dan malu (embarrassment dan shame)

Sumber:
Boyd, Denise & Bee, Helen. 2010. The Growing Child. Boston: Pearson Education, Inc.



Bandung, 22 April 2014
23:47 waktu laptopku

_Vani_

Monday, April 21, 2014

Prinsip Stepping Stones Triple P


Stepping Stones Triple P merupakan behavioural family intervention berdasarkan prinsip pembelajaran sosial. Stepping Stones Triple P bertujuan untuk meningkatkan faktor pelindung keluarga dan untuk mengurangi faktor risiko yang terkait dengan masalah perilaku dan emosional yang parah pada anak-anak dan remaja. Secara khusus, program ini bertujuan untuk: (a) meningkatkan pengetahuan, keterampilan, kepercayaan diri, kemandirian dan kapasitas sumber daya dari orang tua; (b) mempromosikan lingkungan yang memelihara, aman, menarik, tanpa kekerasan, dan rendah konflik untuk anak-anak; dan (c) meningkatkan kompetensi sosial, emosional, bahasa, intelektual dan prilaku anak-anak melalui praktik pengasuhan positif.
Untuk mencapai tujuan tersebut, dalam pengembangannya, terdapat 7 prinsip positive parenting untuk mengasuh anak yang mengalami disabilities. Prinsip-prinsip tersebut diantaranya:
1.      Safe and engaging environment
Menyediakan lingkungan yang aman, terawasi, dan terlindung yang memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk mengeksplorasi, bereksperimen, dan bermain. Prinsip ini sangat penting untuk mempromosikan perkembangan yang sehat dan mencegah kecelakaan dan cedera di rumah (Peterson & Saldana, 1996; Risley, Clark, & Cataldo, 1976).
2.      Positive learning environment
Mendidik orang tua dalam peran mereka sebagai guru pertama anak. Selain itu, mengajar orang tua untuk merespon secara positif dan konstruktif ketika anak memulai interaksi (misalnya meminta bantuan, informasi, saran, dan perhatian) menggunakan teknik yang membantu anak-anak untuk menggeneralisasi dan belajar memecahkan masalah bagi diri mereka sendiri (McGee, Krantz, Mason, & McClannahan, 1983; McGee, Krantz, & McClannahan, 1985).
3.      Assertive discipline
Mengajar strategi manajemen anak dan perubahan perilaku pada orang tua sebagai alternatif dari pemaksaan dan praktek disiplin yang tidak efektif (seperti berteriak, mengancam, atau menggunakan hukuman fisik).
4.      Adaptation to a child with disability
Membantu orang tua untuk menemukan keseimbangan antara tuntutan dan tekanan pngasuhan dengan sumber daya yang mereka miliki untuk mengatasi, dan tetap optimis mengenai masa depan. Orang tua mungkin perlu mengakui kesedihan atau kehilangan yang mereka rasakan. Mereka juga mungkin akan merasa terbantu jika mereka mengurangi tuntutan dan stres, meningkatkan sumber daya coping mereka, dan menemukan makna pribadi dan sense of control (Hastings, Allen, McDermott, & Still, 2002; McCubbin & Patterson, 1983).
5.      Realistic expectation
Bersama orang tua mengeksplorasi harapan, asumsi, dan keyakinan mereka tentang penyebab perilaku anak dan memilih tujuan yang sesuai dengan tahapan perkembangan anak dan realistis bagi orangtua. Orangtua yang beresiko menyalahgunakan (abusing) anak mereka lebih mungkin untuk memiliki harapan yang tidak realistis terhadap kemampuan anak (Azar & Rohrbeck, 1986).
6.      Community participation
Keluarga secara teratur mengajak anak menggunakan fasilitas dan berpartisipasi dalam kegiatan di masyarakat.
7.      Parental self-care
Pegasuhan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berdampak pada self-esteem dan sense of wellbeing orang tua. Stepping Stones Triple P mendorong orang tua untuk melihat pengasuhan sebagai bagian dari konteks yang lebih besar dari perawatan diri, sumber daya, dan kesejahteraan pribadi dan dengan mengajarkan keterampilan pengasuhan praktis yang mampu dilaksanakan oleh kedua orang tua.

Sumber:
Mazzucchelli, Trevor G. and Matthew R. Sanders. 2010. Stepping Stones Triple P: A Population Approach to the Promotion of Competent Parenting of Children with Disability. The Parenting and Family Support Centre, The University of Queensland

Bandung, 21 April 2014
20:37 waktu laptopku

_Vani_