Monday, April 21, 2014

Challenging Behavior - Intellectual Disability

Anak yang mengalami intellectual disability lebih rentan mengalami masalah emosi dan perilaku bila dibandingkan dengan anak-anak pada umumnya. Masalah perilaku tersebut diantaranya agresi, destructiveness, dan non-compliance. Perilaku ini biasanya dikelompokkan sebagai challenging behavior (Emerson, 2001).

Masalah perilaku yang ditampilkan anak akan memberikan konsekuensi negatif, baik bagi anak itu sendiri, bagi orang tua, bagi teman-temannya, maupun bagi guru. Berdasarkan berbagai penelitian, berikut adalah konsekuensi negatif yang diperoleh anak yang menampilkan masalah perilaku.
  • Mengancam kesehatan fisik (Borthwick-Duffy, 1994; Nissen & Haveman, 1997)
  • Terbatasnya akses di tempat rekreasi dan program pendidikan (Parmenter, Einfeld, Tonge, & Dempster, 1998)
  • Cenderung dikeluarkan dari setting komunitas (Borthwick-Duffy, Eyman, & White, 1987; Hill & Bruininks, 1984)
  • Mengurangi kesempatan bekerja setelah bersekolah (Anderson, Lakin, Hill, & Chen, 1992)
Ketika beranjak remaja dan menjadi dewasa, masalah perilaku pada anak dengan intellectual disability ini akan membutuhkan dukungan dan intervensi yang intensif dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit (Hudson, Jauernig, Wilken, & Radler, 1995; Knapp, Comas-Herrera, Astin, Beecham, & Pendaries, 2005).

Selain itu, penelitian juga menunjukkan bahwa masalah perilaku pada anak dengan disability merupakan salah satu prediktor utama dari beban perawatan dan distres orang tua (Floyd & Gallagher, 1997; Plant & Sanders, 2007a), penggunaan respite services (Chan & Sigafoos, 2000; Sloper, Knussen, Turner, & Cunningham, 1991), dan kemungkinan orang tua mencari penempatan di luar rumah untuk anak mereka (Bromley & Blacher, 1991; McIntyre, Blacher, & Baker, 2002).

Di samping itu, masalah perilaku pada anak dengan intellectual disability juga dapat mengakibatkan stres pada teman-teman sebayanya dan burnout pada guru di sekolah (Hastings & Brown, 2002). 

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan anak yang mengalami intelectual disability lebih beresiko memunculkan masalah perilaku, diantaranya:
  • Sindrom atau gangguan spesifik yang dialami anak
  • Keparahan disability dan tingkat kemampuan adaptif anak
  • Disability tambahan
  • Masalah kesehatan
  • Jenis kelamin
  • Usia
  • Praktek pengasuhan
  • Keyakinan dan harapan orang tua
  • Parental distress
Faktor resiko keluarga yang diasosiasikan dengan peningkatan resiko munculnya masalah perilaku pada anak dan remaja dengan disability diantaranya perawatan ibu yang terputus atau terganggu, hidup dengan satu orang tua kandung, praktek disiplin yang menghukum, kasar, dan banyak kritik (Chadwick et al, 2008; Emerson, 2003; Hastings, Daley, Burns, & Beck, 2006; Hastings & Lloyd, 2007; Koskentausta, Iivanainen, & Almqvist, 2007; Nihira, Mink, & Meyers, 1985).

Penelitian juga menunjukkan bahwa orang tua akan mengekspresikan emosi secara lebih negatif terhadap anak dengan intellectual disability dibandingkan dengan anak yang tidak mengalami intellectual disability (Beck, Daley, Hastings, & Stevenson, 2004).

Selain itu, keyakinan dan harapan orang tua memiliki pengaruh yang kuat terhadap pengasuhan. Sering kali, orang tua yang memiliki anak dengan disability terjebak dalam “nurturance trap”. Mereka percaya bahwa disability yang dialami anak mereka disebabkan oleh faktor biologis yang tak dapat diubah. Hal ini membuat orang tua berhenti berusaha untuk mengubah perilaku anaknya ketika anak menampilkan perilaku bermasalah (O’Brien, 2006). Kurangnya usaha dari orang tua ini dapat menghasilkan kurangnya perkembangan pada anak dan tidak berkurangnya perilaku bermasalah pada anak.

Distres yang dialami orang tua dan disfungsi keluarga juga menjadi salah satu faktor yang berkontribusi pada resiko munculnya masalah perilaku pada anak dengan intellectual disability. Banyak penelitian melaporkan bahwa ibu dari anak-anak dengan developmental disability memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dan psychological wellbeing yang lebih jelek bila dibandingkan dengan ibu-ibu lainnya (Barlow, Cullen-Powell, & Cheshire, 2006; Eisenhower, Baker, & Blacher 2005, 2009).

Terdapat hubungan dua arah antara stres pengasuhan dan masalah perilaku anak. Artinya, stres pengasuhan yang tinggi berkontribusi pada memburuknya masalah perilaku anak dari waktu ke waktu, dan masalah perilaku anak berkontribusi terhadap memburuknya stres pengasuhan (Baker et al, 2003; Lecavalier, Leone, & Wiltz, 2006).


Sumber:
Mazzucchelli, Trevor G. and Matthew R. Sanders. 2010. Stepping Stones Triple P: A Population Approach to the Promotion of Competent Parenting of Children with Disability. The Parenting and Family Support Centre, The University of Queensland

Bandung, 21 April 2014
20:32 waktu laptopku

_Vani_

No comments:

Post a Comment