Saturday, June 22, 2013

Friendship

Kali ini mau share tentang friendship. Ga ada hubunganya dengan kuliah atau psikologi sih. Tapi sedang  ingin berbagi saja mengenai hal ini.

Tadi siang, seorang sahabat mendadak berkata, ".. dirimu gpp kan aku begini.. Maaf ya ga bisa jadi sahabat yang baik.."

Pada awalnya, aku hanya tertawa karena sang sahabat benar-benar mendadak berkata begitu, satu hal yang sama sekali tak pernah terpikir olehku. Aku sama sekali tak pernah berpikir bahwa ia bukanlah sahabat yang baik.

Kemudian ia melanjutkan, "Teringat temen yang aku anggap deket.. Tapi aku ga bisa ada saat dibutuhkan.. Aku bukan orang yang peka untuk sekedar menghubungi.. Kalau udah pisah fisik-jarak-waktu.. Susah.. Kayak lost contact.. Pengen bisa selalu aware dengan orang-orang yang aku anggap deket. Tapi ga terbiasa ngasih perhatian.. Tersadar.. Dari sononya aku kan egois, tapi pengen bisa menjaga hubungan baik dengan yang aku anggap dekat. Karena yang aku anggap dekat.. Jujur.. Kan ga banyak.. Harusnya bisa.. Makanya aku minta maaf padamu.. Jarang ngehubungi.."

Kaget. Ternyata sahabatku itu berpikir sampai sejauh itu. Di sisi lain, kata-katanya menyadarkanku untuk lebih sering menghubungi teman-temanku, dia salah satunya, pastinya... Menghubungi untuk sekedar bertanya kabar. Menghubungi untuk sekedar tau perkembangan masing-masing..

Kemudian aku hanya bisa berkata, "Jarak sama sekali ga masalah buat aku. No matter how long we are far apart, the thing that matter is how we can support each other. Kita mungkin emang ga selalu bisa saling kasih perhatian, tapi ketika aku butuh perhatian itu, aku tau kemana harus meminta.. Dan aku pun yakin kau akan melakukan hal yang sama.."

Saat menuliskan kalimat-kalimat itu, aku menyadari bahwa tanganku bergetar. I'm about to cry.

That's how much friendship matter to her. So do I. Hoping that we can keep it forever.

Yup.. Setiap orang punya definisi persahabatan masing-masing. Tapi yang paling penting adalah bagaimana menjaga hubungan persahabatan itu sendiri.

Tiba-tiba teringat sebuah kata-kata bahwa sahabat tak pernah diikrarkan, tapi terjadi begitu saja. Ya, kita tak pernah benar-benar saling mengikat janji bahwa kita adalah sahabat dan akan terus menjaga persahabatan itu. Kita tak mengucapkannya. Hal itu terjadi begitu saja. Seiring berjalannya waktu. Seiring semakin dalamnya hubungan yang terjadi, persahabaatan itu terjalin dan semakin dalam. Dan semakin ingin kita untuk menjaganya dan tak ingin kehilangannya.

I love you, my best friends..
When you need me, you know where to go. And when I need you, I know where to go..
Let's keep it together.. Forever.. ^_~

Bandung, 22 Juni 2013
01:33 waktu laptopku

Tuesday, June 11, 2013

Normal Behavior Problem During Infant Through Adolescent

Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, psikopatologi anak adalah “normal development gone awry” dan beberapa tingkah laku yang bermasalah adalah hal yang normal. Berikut akan dibahas beberapa tingkah laku bermasalah yang dapat dianggap sebagai hal yang normal sesuai dengan perkembangan anak dan remaja saat itu.

Campbell (1989, 2002 dalam Wenar & Kerig) menyebutkan beberapa masalah perkembangan yang bukan psikopatologis yang umum terjadi selama periode bayi sampai periode preschool. Berikut masalah perkembangan yang bukan psikopatologis tersebut.

The “Difficult” Infant (Bayi yang “sulit”)
Beberapa anak mudah untuk diasuh, sementara beberapa anak lainnya tidak mudah diasuh. Anak yang tidak mudah diasuh ini cenderung mudah marah, lambat beradaptasi pada perubahan dari kebiasaan sehari-hari, reaksinya berlebihan dan negatif, dan fungsi biologisnya tidak teratur.
Jika diasuh dengan sensitif, bayi yang “sulit” ini dapat mengatasi fase sulit ini. Tetapi jika pengasuhnya tidak sabar dan tidak toleran, atau mengubah kebiasaan sehari-hari secara tiba-tiba dan sering, kemungkinan masalah perilaku akan meningkat pada periode balita.

The Defiant Toddler (Balita yang Menantang)
Masalah disiplin dan ketidakpastian mengenai kapan dan bagaimana mengatur batasan merupakan kekhawatiran besar dari para orangtua yang memiliki anak balita. Kebanyakan, masalah yang dihadapi spesifik pada tahap tertentu dan tidak meninggalkan sisa.
Kesalahan pengasuhan (mismanagement) dari orang tua, misalnya terlalu mengatur, dapat meningkatkan kemungkinan masalah pada anak akan berkembang dan menetap.

The Insecurely Attached Child (Anak yang Tidak Aman Dalam Kasih Sayang)
Bayi yang memperoleh kasih sayang yang tidak membuatnya aman akan memiliki resiko berkembang menjadi anak-anak yang memiliki masalah pada area inisiatif dan relasi sosial.
Masalah tersebut tidak dapat dihindari, dan dapat diminimalisir dengan pengasuhan yang sensitif.

The Aggressive or Withdrawn Preschooler (Anak Preschool yang Agresif atau Menarik Diri/Pendiam)
Perilaku agresif terhadap anak sebayanya merupakan keluhan yang paling umum disampaikan oleh orangtua maupun guru dari anak preschool. Anak laki-laki cenderung lebih agresif dibandingkan anak perempuan.
Penarikan diri secara sosial cenderung jarang dan belum ada penelitian yang memuaskan mengenai hal ini. Terdapat bukti sementara yang menyatakan bahwa anak yang malu (shy) dan pendiam cenderung memiliki resiko yang lebih kecil untuk mengembangkan perilaku bermasalah dibandingkan dengan anak yang “mengganggu” (disruptive). Tetapi, resiko tersebut dapat meningkat dalam kasus-kasus ekstrem jika dikombinasikan dengan masalah internalisasi lainnya, seperti separation anxiety atau dysphoric mood.

Sementara itu, American Psychological Association (2002 dalam Wenar & Kerig) menyebutkan beberapa masalah perilaku yang normal terjadi selama masa remaja. Perilaku tersebut diantaranya adalah sebagai berikut.

The Oppositional Adolescent (Remaja yang Menentang)
Remaja seringkali melatih keterampilan penalaran lebih tinggi yang baru mereka miliki dengan berdebat dengan orang dewasa, terus menerus membantah dan melawan orang tua mereka. Mereka juga sering kali sangat kritis terhadap orang-orang dewasa di sekitar mereka, terlihat dengan sengaja mencari ketidaksesuaian, kontradiksi, atau pengecualian dari apa yang dikatakan orang dewasa.
Kesukaan remaja untuk menentang atau berdebat ini dapat dilihat sebagai bentuk latihan kognitif yang membantu remaja untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis mereka.

The Overly Dramatic/Impulsive Youth (Anak Muda yang Mengikuti Dorongan/Terlalu Dramatis)
Tahun-tahun remaja merupakan masa mempertinggi emosionalitas dan, terkadang, berpikir terburu-buru. Remaja juga memiliki kecenderungan untuk terlalu melebih-lebihkan dan mendramatisir karena mereka mengalami dunia mereka dengan cara yang biasanya hebat (intense). Bagi remaja, apa yang ia alami saat itu memang terlihat menakutkan.

The Egocentric Teenager (Remaja yang Egosentris)
Remaja fokus untuk menjelajah masalah-masalah yang menonjol sesuai tahap perkembangannya, seperti identitas, peran gender, dan seksualitas. Hal itu membuat remaja terlihat fokus pada dirinya sendiri (“me-centered”) bagi orang dewasa. Seiring berjalannya waktu, remaja dapat diharapkan untuk mengembangkan orientasi yang lebih bersifat timbal-balik (reciprocal). Kemampuan mengambil perspektif tidak berkembang secara alami. Keterampilan ini dapat diajarkan.



Sumber: Wenar, Charles & Kerig, Patricia. Developmental Psychopathology, Fifth Edition.


Bandung, 11 Juni 2013
00:50 waktu laptopku

Friday, June 7, 2013

Psikopatologi Perkembangan

Sedang punya minat untuk belajar. Tampaknya harus mulai dari awal. Haha.. Tak apa. Mari dcicil sedikit demi sedikit daripada tidak sama sekali. Tulisan berikut dan beberapa tulisan berikutnya akan diambil dari buku karangan Charles Wenar & Patricia Kerig yang berjudul Developmental Psychopathology, Fifth Edition..

Pada bagian ini, aku ingin berbagi hasil rangkuman dan terjemahan dari buku tersebut mengenai Psikopatologi Perkembangan. Berikut adalah hasilnya...

Menurut Wenar dan Kerig, seperti yang mereka tuliskan di buku mereka, Developmental Psychopathology, psikopatologi anak dapat dipahami sebagai “normal development gone awry”. Psikopatologi adalah tingkah laku yang pada awalnya dianggap sesuai untuk anak pada tingkat perkembangan tertentu, namun sudah tidak sesuai lagi dengan tingkat perkembangan tersebut. Suatu tingkah laku dapat dikatakan sebagai tingkah laku patologis tergantung pada kapan tingkah laku tersebut terjadi dalam periode perkembangan anak.

Dalam perkembangan, adanya beberapa tingkah laku yang bermasalah adalah hal yang normal. Justru perlu dipertimbangkan dan dikhawatirkan jika tidak ada perilaku bermasalah yang ditampilkan anak. Beberapa contoh perilaku yang perlu dikhawatirkan misalnya: anak berusia 2 tahun yang tidak mengalami distress ketika berpisah dengan ibunya, anak berusia 3 tahun yang tidak pernah berkata tidak, remaja yang tidak pernah melakukan eksperimen dengan peran barunya, dan sebagainya.

Sebelum menganalisis psikopatologi pada anak, kita perlu mengatur beberapa tahapan, yaitu:
  1. Mengetahui general developmental framework. Tujuannya adalah untuk menentukan berbagai karakteristik perkembangan itu sendiri.
  2. Mengidentifikasi processes of development. Hal ini penting untuk memahami psikopatologi pada anak dan melacak perkembangan normal anak-anak tersebut.
  3. Mengevaluasi theoretical models yang berkontribusi pada pendekatan perkembangan.
  4. Menilai developmental psychopathology approach, yang merupakan usaha untuk mengintegrasikan berbagai perspektif yang berbeda.

Akan ada apa saja di setiap tahapan tersebut, akan saya tulis pada tulisan berikutnya. ^_~


Sumber: Wenar, Charles & Kerig, Patricia. Developmental Psychopathology, Fifth Edition. 


Bandung, 7 Juni 2013
19:51 waktu laptopku