Saturday, June 22, 2013

Friendship

Kali ini mau share tentang friendship. Ga ada hubunganya dengan kuliah atau psikologi sih. Tapi sedang  ingin berbagi saja mengenai hal ini.

Tadi siang, seorang sahabat mendadak berkata, ".. dirimu gpp kan aku begini.. Maaf ya ga bisa jadi sahabat yang baik.."

Pada awalnya, aku hanya tertawa karena sang sahabat benar-benar mendadak berkata begitu, satu hal yang sama sekali tak pernah terpikir olehku. Aku sama sekali tak pernah berpikir bahwa ia bukanlah sahabat yang baik.

Kemudian ia melanjutkan, "Teringat temen yang aku anggap deket.. Tapi aku ga bisa ada saat dibutuhkan.. Aku bukan orang yang peka untuk sekedar menghubungi.. Kalau udah pisah fisik-jarak-waktu.. Susah.. Kayak lost contact.. Pengen bisa selalu aware dengan orang-orang yang aku anggap deket. Tapi ga terbiasa ngasih perhatian.. Tersadar.. Dari sononya aku kan egois, tapi pengen bisa menjaga hubungan baik dengan yang aku anggap dekat. Karena yang aku anggap dekat.. Jujur.. Kan ga banyak.. Harusnya bisa.. Makanya aku minta maaf padamu.. Jarang ngehubungi.."

Kaget. Ternyata sahabatku itu berpikir sampai sejauh itu. Di sisi lain, kata-katanya menyadarkanku untuk lebih sering menghubungi teman-temanku, dia salah satunya, pastinya... Menghubungi untuk sekedar bertanya kabar. Menghubungi untuk sekedar tau perkembangan masing-masing..

Kemudian aku hanya bisa berkata, "Jarak sama sekali ga masalah buat aku. No matter how long we are far apart, the thing that matter is how we can support each other. Kita mungkin emang ga selalu bisa saling kasih perhatian, tapi ketika aku butuh perhatian itu, aku tau kemana harus meminta.. Dan aku pun yakin kau akan melakukan hal yang sama.."

Saat menuliskan kalimat-kalimat itu, aku menyadari bahwa tanganku bergetar. I'm about to cry.

That's how much friendship matter to her. So do I. Hoping that we can keep it forever.

Yup.. Setiap orang punya definisi persahabatan masing-masing. Tapi yang paling penting adalah bagaimana menjaga hubungan persahabatan itu sendiri.

Tiba-tiba teringat sebuah kata-kata bahwa sahabat tak pernah diikrarkan, tapi terjadi begitu saja. Ya, kita tak pernah benar-benar saling mengikat janji bahwa kita adalah sahabat dan akan terus menjaga persahabatan itu. Kita tak mengucapkannya. Hal itu terjadi begitu saja. Seiring berjalannya waktu. Seiring semakin dalamnya hubungan yang terjadi, persahabaatan itu terjalin dan semakin dalam. Dan semakin ingin kita untuk menjaganya dan tak ingin kehilangannya.

I love you, my best friends..
When you need me, you know where to go. And when I need you, I know where to go..
Let's keep it together.. Forever.. ^_~

Bandung, 22 Juni 2013
01:33 waktu laptopku

Tuesday, June 11, 2013

Normal Behavior Problem During Infant Through Adolescent

Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, psikopatologi anak adalah “normal development gone awry” dan beberapa tingkah laku yang bermasalah adalah hal yang normal. Berikut akan dibahas beberapa tingkah laku bermasalah yang dapat dianggap sebagai hal yang normal sesuai dengan perkembangan anak dan remaja saat itu.

Campbell (1989, 2002 dalam Wenar & Kerig) menyebutkan beberapa masalah perkembangan yang bukan psikopatologis yang umum terjadi selama periode bayi sampai periode preschool. Berikut masalah perkembangan yang bukan psikopatologis tersebut.

The “Difficult” Infant (Bayi yang “sulit”)
Beberapa anak mudah untuk diasuh, sementara beberapa anak lainnya tidak mudah diasuh. Anak yang tidak mudah diasuh ini cenderung mudah marah, lambat beradaptasi pada perubahan dari kebiasaan sehari-hari, reaksinya berlebihan dan negatif, dan fungsi biologisnya tidak teratur.
Jika diasuh dengan sensitif, bayi yang “sulit” ini dapat mengatasi fase sulit ini. Tetapi jika pengasuhnya tidak sabar dan tidak toleran, atau mengubah kebiasaan sehari-hari secara tiba-tiba dan sering, kemungkinan masalah perilaku akan meningkat pada periode balita.

The Defiant Toddler (Balita yang Menantang)
Masalah disiplin dan ketidakpastian mengenai kapan dan bagaimana mengatur batasan merupakan kekhawatiran besar dari para orangtua yang memiliki anak balita. Kebanyakan, masalah yang dihadapi spesifik pada tahap tertentu dan tidak meninggalkan sisa.
Kesalahan pengasuhan (mismanagement) dari orang tua, misalnya terlalu mengatur, dapat meningkatkan kemungkinan masalah pada anak akan berkembang dan menetap.

The Insecurely Attached Child (Anak yang Tidak Aman Dalam Kasih Sayang)
Bayi yang memperoleh kasih sayang yang tidak membuatnya aman akan memiliki resiko berkembang menjadi anak-anak yang memiliki masalah pada area inisiatif dan relasi sosial.
Masalah tersebut tidak dapat dihindari, dan dapat diminimalisir dengan pengasuhan yang sensitif.

The Aggressive or Withdrawn Preschooler (Anak Preschool yang Agresif atau Menarik Diri/Pendiam)
Perilaku agresif terhadap anak sebayanya merupakan keluhan yang paling umum disampaikan oleh orangtua maupun guru dari anak preschool. Anak laki-laki cenderung lebih agresif dibandingkan anak perempuan.
Penarikan diri secara sosial cenderung jarang dan belum ada penelitian yang memuaskan mengenai hal ini. Terdapat bukti sementara yang menyatakan bahwa anak yang malu (shy) dan pendiam cenderung memiliki resiko yang lebih kecil untuk mengembangkan perilaku bermasalah dibandingkan dengan anak yang “mengganggu” (disruptive). Tetapi, resiko tersebut dapat meningkat dalam kasus-kasus ekstrem jika dikombinasikan dengan masalah internalisasi lainnya, seperti separation anxiety atau dysphoric mood.

Sementara itu, American Psychological Association (2002 dalam Wenar & Kerig) menyebutkan beberapa masalah perilaku yang normal terjadi selama masa remaja. Perilaku tersebut diantaranya adalah sebagai berikut.

The Oppositional Adolescent (Remaja yang Menentang)
Remaja seringkali melatih keterampilan penalaran lebih tinggi yang baru mereka miliki dengan berdebat dengan orang dewasa, terus menerus membantah dan melawan orang tua mereka. Mereka juga sering kali sangat kritis terhadap orang-orang dewasa di sekitar mereka, terlihat dengan sengaja mencari ketidaksesuaian, kontradiksi, atau pengecualian dari apa yang dikatakan orang dewasa.
Kesukaan remaja untuk menentang atau berdebat ini dapat dilihat sebagai bentuk latihan kognitif yang membantu remaja untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis mereka.

The Overly Dramatic/Impulsive Youth (Anak Muda yang Mengikuti Dorongan/Terlalu Dramatis)
Tahun-tahun remaja merupakan masa mempertinggi emosionalitas dan, terkadang, berpikir terburu-buru. Remaja juga memiliki kecenderungan untuk terlalu melebih-lebihkan dan mendramatisir karena mereka mengalami dunia mereka dengan cara yang biasanya hebat (intense). Bagi remaja, apa yang ia alami saat itu memang terlihat menakutkan.

The Egocentric Teenager (Remaja yang Egosentris)
Remaja fokus untuk menjelajah masalah-masalah yang menonjol sesuai tahap perkembangannya, seperti identitas, peran gender, dan seksualitas. Hal itu membuat remaja terlihat fokus pada dirinya sendiri (“me-centered”) bagi orang dewasa. Seiring berjalannya waktu, remaja dapat diharapkan untuk mengembangkan orientasi yang lebih bersifat timbal-balik (reciprocal). Kemampuan mengambil perspektif tidak berkembang secara alami. Keterampilan ini dapat diajarkan.



Sumber: Wenar, Charles & Kerig, Patricia. Developmental Psychopathology, Fifth Edition.


Bandung, 11 Juni 2013
00:50 waktu laptopku

Friday, June 7, 2013

Psikopatologi Perkembangan

Sedang punya minat untuk belajar. Tampaknya harus mulai dari awal. Haha.. Tak apa. Mari dcicil sedikit demi sedikit daripada tidak sama sekali. Tulisan berikut dan beberapa tulisan berikutnya akan diambil dari buku karangan Charles Wenar & Patricia Kerig yang berjudul Developmental Psychopathology, Fifth Edition..

Pada bagian ini, aku ingin berbagi hasil rangkuman dan terjemahan dari buku tersebut mengenai Psikopatologi Perkembangan. Berikut adalah hasilnya...

Menurut Wenar dan Kerig, seperti yang mereka tuliskan di buku mereka, Developmental Psychopathology, psikopatologi anak dapat dipahami sebagai “normal development gone awry”. Psikopatologi adalah tingkah laku yang pada awalnya dianggap sesuai untuk anak pada tingkat perkembangan tertentu, namun sudah tidak sesuai lagi dengan tingkat perkembangan tersebut. Suatu tingkah laku dapat dikatakan sebagai tingkah laku patologis tergantung pada kapan tingkah laku tersebut terjadi dalam periode perkembangan anak.

Dalam perkembangan, adanya beberapa tingkah laku yang bermasalah adalah hal yang normal. Justru perlu dipertimbangkan dan dikhawatirkan jika tidak ada perilaku bermasalah yang ditampilkan anak. Beberapa contoh perilaku yang perlu dikhawatirkan misalnya: anak berusia 2 tahun yang tidak mengalami distress ketika berpisah dengan ibunya, anak berusia 3 tahun yang tidak pernah berkata tidak, remaja yang tidak pernah melakukan eksperimen dengan peran barunya, dan sebagainya.

Sebelum menganalisis psikopatologi pada anak, kita perlu mengatur beberapa tahapan, yaitu:
  1. Mengetahui general developmental framework. Tujuannya adalah untuk menentukan berbagai karakteristik perkembangan itu sendiri.
  2. Mengidentifikasi processes of development. Hal ini penting untuk memahami psikopatologi pada anak dan melacak perkembangan normal anak-anak tersebut.
  3. Mengevaluasi theoretical models yang berkontribusi pada pendekatan perkembangan.
  4. Menilai developmental psychopathology approach, yang merupakan usaha untuk mengintegrasikan berbagai perspektif yang berbeda.

Akan ada apa saja di setiap tahapan tersebut, akan saya tulis pada tulisan berikutnya. ^_~


Sumber: Wenar, Charles & Kerig, Patricia. Developmental Psychopathology, Fifth Edition. 


Bandung, 7 Juni 2013
19:51 waktu laptopku

Sunday, May 12, 2013

Menghadapi Interviewee yang Cemas


Beberapa hal yang dapat dilakukan ketika mengetahui bahwa Itee cemas diantaranya adalah: 

- Ketika mengetahui Itee cemas saat rapport, sarankan Itee tersebut untuk membicarakannya. Beberapa kata-kata yang dapat digunakan diantaranya adalah: 
  • “Saya paham bahwa sulit untuk berbicara pada saat pertama. Saya ingin tahu, apa yang menjadi perhatian Anda saat berada disini hari ini.” 
  • “Saya paham bahwa sulit untuk bercerita mengenai perasaan pribadi. Apakah ada yang dapat saya lakukan untuk membantu membuat hal ini lebih mudah?” 
  • “Ini hal yang berat, ya?” 
  • “Ada hal yang membuat Anda berat membicarakan mengenai hal ini. Apakah Anda dapat mengatakan pada saya apa yang membuatnya menjadi berat?” 
  • “Saya paham, sulit untuk berbicara pada orang asing, dan butuh waktu bagi Anda/kamu untuk percaya pada saya. Itu hal yang biasa dan alami. Saya tidak mengharapkan Anda/kamu untuk mengatakan hal-hal yang membuatmu tidak nyaman kecuali Anda/kamu siap untuk melakukannya.” 
  • “Tidak apa-apa jika Anda belum ingin membahas mengenai hal ini.” 
Pernyataan terakhir ini memberi kesempatan pada itee untuk menunggu dan juga menentukan harapan itee, yaitu apakah ia ingin melanjutkan topik tersebut saat ini atau ingin menunda mendiskusikan topik tersebut. 

- Jika usaha yang telah dilakukan di atas gagal dan itee tetap tidak mau berbicara atau bercerita, kita mungkin perlu menekankan mengenai tanggung jawab Itee padanya. Katakan dengan lembut. Misalnya dengan berkata, “Kita harus bekerja sama. Kita tak akan bisa mencapai banyak hal, kecuali jika Anda/kamu bercerita lebih banyak mengenai diri Anda/kamu.” 

- Jika Itee masih belum siap untuk mendiskusikan hal-hal yang sensitif atau memicu kecemasan, kembalilah pada topik tersebut pada saat yang tepat. Tidak perlu memaksakan untuk membahas topik itu saat itu juga. 

- Ketika menghadapi anak-anak kecil yang mungkin tidak mengerti bahwa kita berharap mereka berbagi informasi atau mereka tidak mengerti bahwa mereka memiliki masalah, yang dapat dilakukan adalah bersabar dan dorong atau ajak mereka berbicara sambil bermain atau melakukan aktivitas lain. 

- Ketika mengetahui bahwa Itee cemas terhadap beberapa hal yang telah ia ceritakan atau bagi kepada kita, hal yang dapat dilakukan diantaranya: 
  • Mengurangi kecemasan Itee tersebut dengan berkata, “Apa yang Anda rasakan/pikirkan ketika berbagi pengalaman ini dengan saya?” 
  • Memuji Itee karena telah berbagi, misalnya dengan berkata, “Anda telah melakukan sesuatu yang baik sekali dengan berbagi mengenai hal-hal yang sulit bagi Anda. Ini benar-benar membantu saya untuk memahami apa yang telah Anda alami.” 
Gunakan kalimat pujian yang fokus pada kegiatan berbagi yang telah dilakukan itee, bukan pada isi pernyataan yang disampaikannya.


Sumber:
Sattle, Jerome M. 2002. Assessment of Children: Behavioral and Clinical Application, Fourth Edition. California: Jerome M. Sattler, Publisher, Inc.


Ket.
Ini lanjutan tugas kuliah yang dikumpul Senin, 6 Mei 2013 lalu.


Bandung, 12 Mei 2013
22:22 waktu laptopku

Kecemasan Interviewee Saat Clinical Assessment Interview

Beberapa orang mungkin akan mengalami kecemasan ketika menghadapi clinical assessment interview, baik anak yang bersangkutan (mulai dari anak yang kecil sampai yang lebih dewasa), maupun orang tua atau orang dekat anak tersebut yang datang bersamanya.

Berikut adalah beberapa contohnya.
  • Anak-anak atau orang tua yang terlalu malu untuk mendiskusikan alasan mereka berada di tempat clinical interview.
  • Beberapa anak yang ingin tahu apa yang akan dilakukan padanya setelah dilakukan asesmen atau pengetesan.
  • Beberapa orang tua yang khawatir mengenai seberapa parah masalah anak mereka dan apa yang dapat mereka lakukan terkait hal itu.

Beberapa hal yang membuat Itee cemas, seperti yang telah diungkapkan di atas, diantaranya adalah.
  • Malu mendiskusikan alasan mereka berada di tempat clinical interview.
  • Ingin tahu apa yang akan dilakukan padanya setelah dilakukan asesmen atau pengetesan.
  • Khawatir mengenai seberapa parah masalah anak mereka dan apa yang dapat mereka lakukan terkait hal itu.
  • Belum siap untuk menceritakan hal-hal yang terlalu pribadi dan membuatnya tidak nyaman.

Ketika Itee cemas, terdapat beberapa tanda-tanda yang dapat menunjukkan hal itu, baik secara verbal maupun nonverbal.

Tanda-tanda kecemasan secara verbal diantaranya adalah sebagai berikut:
  • Itee memperbaiki kalimat yang diucapkannya beberapa kali.
  • Slip of the tongue, misalnya Itee tidak dapat menyebutkan kata-kata yang sebenarnya sudah ada di pikirannya, salah mengucapkan kata-kata yang seharusnya, dan sebagainya.
  • Repetition, misalnya mengulang kalimat atau kata-kata yang sama berkali-kali.
  • Gagap.
  • Suara yang membingungkan atau mengganggu.
  • Omissions, misalnya beberapa kata lupa diucapkan atau terlewatkan.
  • Berkali-kali menggunakan ekspresi seperti “Uh”.

Tanda-tanda kecemasan Itee secara nonverbal diantaranya adalah sebagai berikut:
-          Berkeringat
-          Menggigil
-          Gelisah
-          Resah atau banyak bergerak (melakukan gerakan yang tidak penting)
-          Mengepalkan tangan
-          Gugup atau gemetar
-          Mengerutkan dahi
-          Senyum yang dipaksakan



Sumber:
Sattle, Jerome M. 2002. Assessment of Children: Behavioral and Clinical Application, Fourth Edition. California: Jerome M. Sattler, Publisher, Inc.

Ket.
Ini adalah tugas kuliah yang dikumpul Senin, 6 Mei 2013 lalu.

Bandung, 12 Mei 2013
10:01 PM waktu laptopku

Sunday, May 5, 2013

Interpretasi Stanford-Binet Fifth Edition (SB5)


Beberapa waktu yang lalu, kami mendapat tugas untuk mencari berbagai informasi mengenai alat tes Stanford-Binet. Saat itu, saya mendapat tugas untuk mencari informasi mengenai interpretasi alat tes tersebut. Berikut adalah berbagai informasi yang saya temukan mengenai interpretasi alat tes Stanford-Binet edisi kelima (SB5).

INTERPRETASI SKOR
Stanford-Binet Fifth Edition (SB5) mengukur hal-hal berikut:
-          Skor verbal dan nonverbal umum
-          Full Scale Intelligence Quotient secara keseluruhan.
-          Skor gabungan (composite score) yang membahas kemampuan umum secara keseluruhan di lima area. Kelima area ini berhubungan dengan model CHC (Carroll-Cattell-Horn) five factor yang menjadi dasar perancangan SB5.
Dalam SB5 termasuk sepuluh subtes yang juga dapat digunakan untuk menganalisis dan masing-masingnya dibagi di antara lima konstruksi menjadi verbal dan nonverbal.

Langkah-Langkah Interpretasi SB5
Berikut adalah tujuh langkah strategi menginterpretasi Stanford-Binet Fifth Edition seperti yang dikutip oleh Gale H. Roid & R. Andrew Barram (2004) dalam buku Essentials of Stanford-Binet Intelligence Scale (SB5) Assessment, dari Stanford-Binet Fifth Edition, Examiner’s Manual oleh Gale H. Roid, Ph.D. Copyright 2003 by The riverside Publishing Company.

Langkah 1: Asumsi (Assumption)
Asumsi pertama adalah instruksi terstandar diikuti secara tepat. Ketika prosedur terstandar diubah, penggunaan interpretasi normatif akan beresiko. Perubahan prosedur dapat membuat perbandingan normatif menjadi tidak berlaku. Begitu juga jika ada kondisi fisik atau faktor lainnya yang terjadi pada testee selama pemeriksaan yang mempengaruhi kinerja testee.

Contohnya, misalnya testee memiliki kerusakan tulang yang signifikan dan tidak dapat berespon secara akurat pada beberapa item tes, seperti memindahkan balok atau yang lainnya. Seperti yang diuraikan dalam Braden dan Elliot (2003), modifikasi diperlukan (dan mungkin dibutuhkan berdasarkan panduan etis dan hukum) dan dapat diaplikasikan pada SB5. Bagaimanapun, modifikasi yang mengubah administrasi terstandar dengan menyediakan waktu tambahan atau bantuan tambahan oleh tester dapat mengubah asumsi dasar pengetesan. Modifikasi yang signifikan dapat membuat penggunaan tabel standar norma menjadi tidak berlaku, dan kesimpulan dari interpretasi tes harus diadaptasi.

Asumsi dasar lainnya adalah administrasi tes yang valid dilakukan. Beberapa factor dapat membuat sesi pengetesan tidak valid. Sumbernya dapat berupa penyakit atau gangguan yang ekstrem dari testee, interupsi yang tidak diperkirakan, subtes yang rusak (contoh kerusakan yang fatal misalnya mengakhiri terlalu cepat, kehilangan material tes, dan kecelakaan lain yang tidak diperkirakan), dan kejadian tidak biasa lainnya yang terjadi di sekitar tempat pengetesan. Jadi, interpretasi harus disesuaikan jika sesi pengetesan disepakati. Alternatifnya adalah skor IQ dapat diperbaiki dengan menggunakan tabel jumlah skor berskala yang dibagi rata (Roid, 2003c, p.256). Hal ini harus dicatat pada form pencatatan SB5 dan dalam laporan yang digunakan untuk menggambarkan hasil pengetesan.

Langkah 2: Latar Belakang dan Konteks (Background and Context)
Etnik, jenis kelamin, agama, budaya, atau karakteristik latar belakang testee yang lain dapat memberikan efek pada interpretasi tes. Langkah ini memperhatikan konteks sebagai efek dari latar belakang testee yang mempengaruhi interpretasi hasil SB5.

Testee dengan latar belakang budaya yang unik atau memiliki riwayat imigrasi yang baru memiliki tingkat akulturasi yang beragam. Karenanya, pemeriksa harus sadar bahwa status akulturasi harus dinilai dan menggunakan teknik interview atau metode lain untuk mengetahui tingkat dan tipe akulturasi yang diperoleh oleh testee.

Konteks dari testee dapat mempengaruhi keterampilannnya mengikuti pemeriksaan atau sikapnya terhadap pemeriksaan.

Langkah 3: Nonverbal Versus Verbal
Gabungan keduanya merupakan starting point terbaik untuk menginterpretasikan SB5. Gabungan IQ nonverbal dan verbal ini disebut dengan Full Scale IQ (FIQ). Akan tetapi, jika terdapat perbedaan yang signifikan diantara skor nonverbal dan verbal, maka FIQ tidak dapat menggambarkan tingkat pemfungsian secara tepat.

Aturan umum untuk menginterpretasi adalah:
a.   Pertama kali, periksa perbedaan NVIQ (Nonverbal IQ) dibandingkan VIQ (Verbal IQ) yang signifikan secara klinis dan statistik.
b.   Interpretasikan FSIQ jika perbedaannya kecil dan tidak perlu dipertimbangkan (secara statistic atau frekuensi). Perbedaan yang dianggap penting secara klinis adalah perbedaan yang lebih dari 14 poin.

Pengertian Skor IQ SB5:
·    Full Scale IQ (FSIQ) mengukur kemampuan yang berbeda-beda secara kompleks, mencakup kemampuan untuk menalar kata-kata dan visual material, kemampuan untuk menyimpan dan kemudian memanggil kembali (retrieve) serta mengaplikasikan pengetahuan penting, lebarnya rentang memori mengenai detil visual dan kata-kata, kemampuan spatial-visualization, dan kemampuan untuk menyelesaikan masalah baru yang berhubungan dengan angka-angka dan konsep angka.
·    Nonverbal IQ (NVIQ) mengukur keterampilan penalaran dalam menyelesaikan permasalahan abstrak yang berorientasi gambar, mengingat fakta dan gambar (figures) yang diberikan dalam tampilan visual, menyelesaikan permasalah numerical yang diperlihatkan dalam bentuk gambar, mengumpulkan puzzle visual, dan mengingat informasi yang diberikan dalam visual space seperti block-tapping sequences. NVIQ memperlihatkan bagaimana seseorang memanggil kembali (retrieve) dan memanipulasi informasi yang diberikan dalam bentuk kata-kata dan kalimat yang tertulis atau disampaikan secara lisan.
·    Verbal IQ (VIQ) mengukur kemampuan penalaran verbal umum, yaitu memecahkan masalah dalam bentuk kata-kata, kalimat, atau cerita yang diberikan secara tertulis maupun disampaikan secara lisan. VIQ menggambarkan kemampuan testee untuk menjelaskan detail dan kejadian-kejadian dengan jelas, secara verbal memberikan alasannya terhadap jawaban permasalahan yang ia berikan, mengingat detail dari kata-kata dan kalimat yang diucapkan, dan menjelaskan hubungan spasial.

Langkah 4: Full Scale IQ
FSIQ menyediakan indeks ringkasan kemampuan kognitif umum yang paling global mengenai lima faktor kognitif yang diukur oleh SB5. FSIQ juga merupakan indeks yang paling reliabel dibandingkan semua skor SB karena FSIQ didasarkan pada semua bagian tes dan penelitian memperlihatkan adanya konsistensi secara internal. Peneliti teori inteligensi, seperti Carroll (1993) dan Gustafsson (1984), mengatakan bahwa FSIQ memperkirakan kemampuan umum (g = general ability) yang mendasari semua skor dalam rangkaian tes kognitif pada umumnya.

Kauffman (1990) menemukan bahwa general ability (FSIQ) sangat berhubungan dengan jumlah tingkat pendidikan yang diselesaikan, tingkat pekerjaan, dan kriteria lainnya yang penting dalam masyarakat. Meskipun tidak secara sempurna memperkirakan tingkah laku masa depan, FSIQ merupakan salah satu prediktor paling kuat terhadap kesuksesan secara keseluruhan dalam pendidikan dan pekerjaan dibandingkan alat pengukuran psikologis lain yang tersedia. Tentunya tidak ada alat tes inteligensi tertentu yang dapat mengukur semua atribut individu yang mengarah pada kesukesan di sekolah, pekerjaan, dan kehidupan. Dimensi-dimensi yang tidak diukur oleh FSIQ dari SB5 diantaranya adalah kemampuan atletik (athletic ability), kemampuan musikal (musical ability), kreativitas (creativity), keterampilan kehidupan sehari-hari (daily living skills), dan ketekunan (perseverance). Oleh karena itu, FSIQ memainkan peranan penting dalam interpretasi tes, tetapi tidak seharusnya dijadikan satu-satunya kriteria untuk mengevaluasi potensi seseorang untuk sukses di kehidupan.

General ability yang digambarkan dalam FSIQ juga dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan yang dapat meningkatkan atau menurunkan kinerja kognitif (cognitive performance). Misalnya, kemiskinan atau kehilangan budaya (cultural deprivation), penyakit atau luka yang tidak sengaja, dan kekerasan atau siksaan dapat menurunkan pemfungsian kognitif sesesorang. Sementara kekayaan, kesehatan, dan lingkungan yang melindungi dapat meningkatkan pertumbuhan kognitif. Oleh karena itu, FSIQ seharusnya tidak diberikan dalam bentuk single number yang berupa kualitas yang tidak berubah, statis, dan berlaku sepanjang hidup. Semua IQ seharusnya diberikan dalam rentang skor yang mungkin karena tingkat kesalahan pengukuran muncul di semua skor.

Misalnya: Skor FSIQ testee adalah 73. Skor dengan tingkat kepercayaan 90% berada pada rentang 71-77. Skor dengan tingkat kepercayaan 95% berada pada rentang 70-78.
Rentang kepercayaan tidak simetris di sekotar skor testee, berdasarkan rekomendasi dari Dudek (1979). Rentang dibuat dengan pusatnya adalah perkiraan true score. True score diperkirakan mendekati mean (100), bukan mendekat observed score.

Langkah 5: Skor Factor Index (Factor Index Score)
Penggunaan 5 factor index score pada tingkat interpretasi selanjutnya memiliki beberapa alasan, diantaranya:
1.   Factor index score lebih reliabel dibandingkan skor subtes individual.
2.   Factor index score berdasarkan penelitian yang luas terhadap kemampuan kognitif selama hampir 50 tahun (misalnya Carroll, 1993; Cattell, 1943; Horn & Cattell, 1966).
3.   Matriks dari factor index score ini merupakan standard score yang umum digunakan dalam beberapa tes yang berbeda.
4.   Faktor kognitif yang diukur oleh SB5 sejalan dengan teori CHC (McGrew  Woodcock, 2001) dan pendekatan cross-battery yang dikembangkan oleh McGrew dan Flanagan (misalnya: Flanagan & Ortiz, 2001; McGrew & Flanagan, 1998)

SB5 mengukur 5 dari 10 CHC (Cattell-Horn-Carroll) broad factors, yaitu:
      Fluid Reasoning
»    Kemampuan untuk menyelesaian permasalahan verbal dan nonverbal menggunakan penalaran induktif (khusus ke umum) atau deduktif, terdiri dari pemecahan masalah yang baru, memahami hubungan yang tidak terbatas secara budaya.
      Knowledge
»    Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh melalui pendidikan formal dan informal, yaitu akumulasi informasi umum yang diperoleh seseorang di rumah, sekolah, dan tempat kerja.
      Quantitative Reasoning
»    Fasilitas yang dimiliki individu untuk memecahkan masalah angka dan numerik, yaitu pengetahuan mengenai pemikiran matematis, termasuk konsep angka, perkiraan, pemecahan masalah, dan pengukuran.
      Visual-Spatial Processing
»    Kemampuan individu untuk melihat pola, hubungan, orientasi spasial, atau keseluruhan (gestalt whole) diantara potongan tampilan visual yang beragam.
      Working Memory
»    Proses kognitif dimana informasi beragam disimpan di short-term memory diperiksa, diurutkan, dan diubah.


Langkah 6: Perbandingan Subtes Nonverbal dan Verbal (Comparison of Nonverbal and Verbal Subtests)
Langkah yang dapat dilakukan adalah membandingkan masing-masing skor subtes dengan skor subtes individu secara keseluruhan. Metode ini menyediakan pendekatan konservatif untuk menemukan kekuatan dan kelemahan tanpa menginterpretasi secara berlebihan perbedaan yang kecil.

Langkah berikutnya dalam membandingkan skor subtes adalah dengan hati-hati membandingkan perbedaan yang besar antara masing-masing pasangan subtes verbal dan nonverbal (misalnya: Verbal Knowledge vs. Nonverbal Knowledge). Terdapat sejumlah implikasi neuropsikologis terhadap perbedaan ini.

Berikut adalah tabel hal-hal yang diukur oleh masing-masing subtes.



Langkah 7: Interpretasi Kualitatif (Qualitative Interpretation)

Berikut adalah tiga strategi utama untuk interpretasi kualitatif SB5:
a.   Menggunakan tingkah laku saat sesi pengetesan untuk menegaskan interpretasi skor tes.
b.   Testing the limits, boleh dikatakan, dengan prosedur pengetesan kembali atau interview yang mengikuti penyelesaian administrasi SB5 terstandar.
c.   Beragam interpretasi khusus untuk subtes tertentu.

Catatan
Hindari interpretasi berlebihan dari hasil SB5. Hasil asesmen intelektual, seperti SB5, seharusnya tidak pernah diinterpretasikan secara terpisah. Pemeriksa harus mempertimbangkan konteks evaluasi, kondisi lingkungan pemeriksaan, tingkah laku dan mood testee selama pemeriksaan, dan kemungkinan ketidakmampuan  serta factor budaya atau bahasa. Hasil dapat diinterpretasikan dengan kepercayaan diri tinggi ketika pemeriksa memasukkan instrumen asesmen lainnya yang menunjang makna skor SB5. Instrumen asesmen tersebut dapat mencakup interview klinis, asesmen emosi dan kepribadian (emotional and personality assessment), tes prestasi akademik (academic achievement test), asesmen memori dan neurological lainnya (memory and other neurological assessment), assessment of malingering. Penggunaan skor tanpa pemahaman kontesktual yang baik dapat mengarah pada keputusan yang tidak tepat dan tidak etis.



Sumber:

Becker, K. A. (2003). History of the Stanford-Binet intelligence scales: Content and psychometrics. (Stanford-Binet Intelligence Scales, Fifth Edition Assessment Service Bulletin No. 1). Itasca, IL: Riverside Publishing.

Chase, Danielle. (2005). Underlying Factor Structures of the Stanford-Binet Intelligence Scales – Fifth Edition. A Thesis Submitted to the Faculty of Drexel University in partial fulfillment of the requirements for the degree of Doctor of Philosophy.

Reynolds, C. R. & Kamphaus, R. W. (2003). Handbook of Psychological And Educational Assessment: Intelligence, Aptitude, And Achievement (2nd Ed.). New York: Guilford.

Roid, Gale H. & Barram, R. Andrew. (2004). Essentials of Stanford-Binet Intelligence Scale (SB5) Assessment. John Wiley & Sons, Inc.

Turman, E. & Merrill, M. (1973). Stanford-Binet Intelligence Scale: Manual for the Third Revision, Form L-M. Boston: The Houghton-Mifflin Company. Diunduh dari http://www.icpsr.umich.edu/icpsrweb/PHDCN/descriptions/sb-w1-w2.jsp pada 21 April 2013 pukul 08.45.



Bandung, 5 Mei 2013
12:55 waktu laptopku

Kekuatan dan Keterbatasan Stanford-Binet

Stanford-Binet adalah salah satu alat tes kecerdasan yang banyak digunakan, salah satunya di Indonesia. Ternyata, alat tes ini sudah mengalami beberapa kali pengembangan, yaitu dipublikasikan pertama kali di tahun 1916, lalu direvisi pada tahun 1937, 1960/1973, 1986, dan terakhir pada tahun 2003.

Berikut adalah kekuatan dan keterbatasan dari masing-masing edisi Stanford-Binet seperti yang dikutip dari Stanford-Binet Intelligence Scales, Fifth Edition; Assessment Service Bulletin Number 1, berjudul History of the Stanford-Binet Intelligence Scales: Content and Psychometrics yang ditulis oleh Kirk A. Becker (2003).



Stanford-Binet yang dipublikasikan pada tahun 2003 ini adalah Stanford-Binet edisi terbaru, yaitu edisi kelima. Karena pada saat buletin tersebut diterbitkan belum ada diskusi lebih lanjut mengenai Stanford-Binet edisi kelima ini, maka belum ada informasi mengenai keterbatasan alat tes ini.


Sumber:
Becker, K. A. (2003). History of the Stanford-Binet intelligence scales: Content and psychometrics. (Stanford-Binet Intelligence Scales, Fifth Edition Assessment Service Bulletin No. 1). Itasca, IL: Riverside Publishing.


Bandung, 5 Mei 2013
12:40 waktu laptopku

Saturday, April 13, 2013

Pendekatan dalam Perkembangan

Ini lanjutan dari catatan kuliah 3 April 2013 yang lalu.


Dua pendekatan paling banyak digunakan dalam perkembangan:
1.       Life Span
2.       Behaviorisme

Pendekatan Perkembangan Rentang Kehidupan (Life Span)

Pemahaman
mempelajari:
  • Perubahan TL yang berlangsung sejalan dengan waktu.
  • Perbedaan yang terjadi selama perubahan diantara individu.
  • Konteks: intrapersonal; interpersonal; superordinate (misalnya budaya); organik (yaitu kondisi fisik, seperti keringat dingin, mules, dsb.)
  • Tujuan: optimalisasi perkembangan anak. Agar anak optimal dalam potensinya dan sejahtera dalam hidupnya.

Penerapan dalam Klinik

- Asumsi Dasar: prinsip perkembangan diterapkan pada TL abnormal.
- Pentingnya riwayat perkembangan: waktu/konteks (kapan).
- Pengalaman Kehidupan (pribadi), terdiri dari:
  • non-normative events (pengalaman pribadi yang bisa menyebabkan permasalahan apa saja);
  • normative history graded influence (misalnya perang, tsunami yang dialami oleh semua orang, yang mempengaruhi perkembangan anak. Efeknya akan berbeda bagi setiap anak, karena adanya individual differences);
  • normative age-graded influences (berdasarkan pengalaman pribadi)

Dalam pendekatan Life Span, selalu lihat:
·         Tugas perkembangan


Pendekatan Tingkah Laku, yaitu Perubahan tingkah laku
Pemahaman:
- Modifikasi tingkah laku bermasalah (mereduksi; meningkatkan).
- Parameter: frekuensi; durasi; intensitas.

Penerapan dalam Klinik
  • Menentukan tingkah laku yang mau direduksi atau tingkah laku yang mau ditingkatkan.
  • Mengobservasi untuk mendapatkan informasi (when, where, how, why, yaitu kapan, dalam setting apa, kenapa, bagaimana bentuk tingkah laku tsb.).
  • Eksplorasi konsekuensi dari tingkah laku anak ybs.
  • Mempertimbangkan alternatif perubahan.
  • Menentukan tujuan
  • Prosedur pelaksanaan

Penerapan dalam Klinik:
Prosedur Pelaksanaan
- Definisi tingkah laku secara spesifik
- Data dasar
- Teknik untuk memunculkan/mereduksi tingkah laku
·         Reinforcement
·         Ignoring: dicuekin
·         Time-out: disuruh ke tempat ttt dulu untuk menenangkan diri sendiri.
·         Redirecion
·         Diskusi
·         Special Time
·         Star-chart: dikasih bintang-bintang

Bandung, 13 April 2013
13:03 waktu laptopku