Monday, March 17, 2014

Pesan Saya (I-Messages)

Ketika orang tua merasa marah, frustrasi, atau terganggu dengan pperilaku anak, orang tua dapat menyampaikan perasaannya dengan baik melalui Pesan-Saya, bukan mengomel, berteriak, atau mengkritik.

Pesan-Saya mengandung 3 bagian, yaitu:
1.       Pernyataan yang jelas mengenai apa yang dirasakan orang tua,
2.       Pernyataan perilaku yang menyebabkan orang tua merasakan hal itu, dan
3.       Pernyataan yang menjelaskan mengapa perilaku itu mengesalkan orang tua.

Orang tua membutuhkan waktu untuk menganalisis perasaan mereka dan lebih menyadari apa yang mereka rasakan. Gordon (dalam Books, 2011) menunjukkan bahwa sering kali ketia orang tua membicarakan kemarahannya pada anak, orang tua sebenarnya merasa kecewa, takut, frustrasi, atau terluka. Orang tua yang telah belajar menggunakan Pesan-Saya yang tepat cenderung jarang salah dalam menempatkan kemarahan dan menggunakan anak sebagai kambing hitam.

Apa yang harus dilakukan orang tua jika anak tidak memperhatikan Pesan-Saya?
Pertama, pastikan anak dapat memperhatikan Pesan-Saya. Jangan mencoba menyampaikan perasaan ketika anak sedang terburu-buru atau sibuk tenggelam dalam kegiatan lain.
Jika Pesan-Saya diabaikan, katakan pesan lain yang lebih kuat dengan nada bicara yang lebih tegas.

Kadang, anak merespon Pesan-Saya dengan Pesan-Saya. Misalnya, ketika orang tua menunjukkan kekesalan karena rumput tidak dipotong, anak perempuan mungkin menyatakan bahwa ia kesal karena memotong rumput mengganggu kegiatan setelah sekolahnya. Pada titik ini, orang tua harus “mengganti perneling”, seperti ditekankan yang Gordon (dalam Books, 2011), dan merefleksikan kembali rasa frustrasi anak dengan mendengar aktif.

Pesan-Saya memiliki beberapa manfaat, diantaranya:
1.    Ketika orang tua menggunakan Pesan-Saya, mereka mulai menganggap kebutuhan anak dengan serius. Proses ini menguntungkan dalam semua hubungan keluarga karena orang tua merasa lebih bebas –lebih menjadi dirinya sendiri –dalam semua area kehidupan.
2.    Anak mempelajari reaksi orang tua, yang mungkin belum mereka pahami hingga munculnya Pesan-Saya.
3.    Anak mendapat kesempatan mengatasi masalah dalam merespon Pesan-Saya. Bahkan, anak balita dan prasekolah pun memiliki ide, tidak hanya bagi diri mereka sendiri tetapi juga bagi orang lain. Mereka memikirkan hal-hal yang dapat mengalihkan perhatian orang tua.
4.    Pesan-Saya dapat menunjukkan apresiasi. “Saya merasa senang ketika kamu membantu saya mencuci piring karena setelah ini kita memiliki waktu untuk berbelanja keperluan sekolahmu.”
5.    Pesan-Saya juga bermanfaat dalam mencegah masalah dan membantu anak melihat bahwa orang tuanya memiliki kebutuhan juga.

Pesan ini diistilahkan dengan Pesan-Saya Preventif. Pesan ini menunjukkan keinginan dan kebutuhan orang tua di masa mendatang dan memberi kesempatan pada anak untuk meresponnya dengan positif. Misalnya, jika orang tua mengatakan, “Saya butuh ketenangan agar dapat menyetir mobil,” anak mempelajari apa yang harus dilakukan agar dapat membantu hal ini.


Sumber:
"The Process of Parenting" oleh Jane Brooks (2011).


Bandung, 17 Maret 2014
21:59 waktu laptopku

_Vani_

Mendengarkan Aktif

Mendengarkan aktif merupakan istilah Thomas Gordon (dalam Books, 2011) untuk apa yang dilakukan orang tua ketika merkea mereflieksikan perasaan anak mereka.
Orang tua mendengar pernyataan anak, memerhatikan perasaan yang ditunjukkan, dan kemudian membuat respons yang serupa dengan pernyataan anak.

Berikut contoh dari Gordon (dalam Books, 2011) mengenai mendengar aktif:
Anak                   : Aku tidak mau datang ke pesta ulang tahun Bobby besok.
Orang tua            : Sepertinya kamu dan Bobby mungkin sedang bermasalah.
Anak                   : Aku benci dia. Dia tidak adil.
Orang tua            : Kamu benar-benar membencinya karena merasa dia tidak adil.
Anak                   : Ya. Dia tidak mau memainkan apa yang aku ingin mainkan.

Jika orang tua merespon dengan tepat, anak meresponsnya dengan positif. Jika interpretasi orang tua salah, anak menunjukkan dan dapat memperbaiki kesalahan interpretasi itu dengan menjelaskan perasaannya dengan lebih detil. Orang tua dapat meneruskan mendengar aktif untuk memahami apa yang sedang terjadi pada anak.

Mendengar aktif memiliki banyak manfaat, diantaranya.
1.    Membantu anak menunjukkan perasaannya dengan cara yang langsung dan efektif.
Ketika perasaan ditunjukkan dan orang tua menerimanya, anak merasa dipahami dan belajar bahwa mereka sama seperti orang lain.

2.    Saat perasaan ditunjukkan, orang tua dan anak belajar bersama-sama bahwa masalah yang nyata bukanlah masalah pokok atau masalah sesuangguhnya.
Seperti kebanyakan kita, anak menggunakan pembelaan diri dan kadang mulai dengan menyalahkan temannya, orang uta, atau lingkungan sekitar atas apa yang mereka rasakan. Saat orang tua berfokus pada perasaan ini, anak secara bertahap mengenali masalah utamanya dan mencari apa yang dapat mereka lakukan.

3.    Mendengarkan perasaan anak teradang cukup menjadi penyelesaian masalah.
Sering kali ketika kita kesal, sedih, atau marah, kita hanya ingin menunjukkan perasaan kita dan mendapat respons dari seseorang. Respons ini mengonfirmasi perasaan dan menganggapnya penting dan sering kali hanya itulah yang kita butuhkan.


Mendengarkan secara aktif membutuhkan daya tahan, kesabaran, dan komitmen yang kuat untuk memahami kata-kata anak dan memunculkan petunjuk perilak. Lebih jauh lagi, ada waktu dimana mendengar aktif tidaklah cocok. Jika anak menanyakan informasi, maka berikanlah informasi. Jika anak tidak ingin membicarakan perasaannya, hormatilah hak pribadi anak dan jangan memaksa. Begitu pula jika mendengar aktif dan dialog sudah terjadi sejauh yang diinginkan anak, maka orang tua harus menyadari saat untuk berhenti.


Sumber:
"The Process of Parenting" oleh Jane Brooks (2011).


Bandung, 17 Maret 2014
21:27 waktu laptopku

_Vani_

Membantu Anak Memahami dan Menunjukkan Perasaan

Gottman dan koleganya (dalam Brooks, 2011) menemukan bahwa ketika orang tua melatih anaknya yang berusia 5 tahun untuk mengatasi perasaan, anak akan berfungsi lebih baik secara fisik dan psikologis ketika mereka berusia 8 tahun. Mereka menunjukkan kinerja lebih baik secara akademik dan lebih mampu bersosialisasi dengan teman. Mereka lebih sehat secara fisk mungkin karena pelatihan membantu mereka mengatur reaksi emosi yang pada akhirnya membantu sistem psikologis mereka menjadi lebih baik.

Pelatihan terdiri dari 5 langkah kunci:
Langkah 1:
Orang tua mengenali ketika anak merasakan sesuatu, apa perasaan itu, dan ketika orang lain sedang merasakan sesuatu.
Langkah 2:
Orang tua menganggap perasaan sebagai kesempatan untuk berdekatan atau mengajar. Ketika anak merasa kesal, senang, atau gembira, orang tua melihatnya sebagai kesempatan untuk menjadi dekat dengan anak dan mengajarkan bagaimana menunjukkan perasaan tersebut dengan benar.
Langkah 3:
Orang tu amendengarkan perasaan anak dengan empati dan mengonformasi perasaan tersebut. Mereka menggunakan kemampuan mendengar aktif dan memahami apa yang dirasakan anak tanpa mencoba memaksa anak agar menghilangkan perasaan tersebut.
Langkah 4:
Orang tua membantu anak melabeli perasaan tersebut secara verbal. Anak mungkin bingung dengan apa yang ia rasakan. Melabeli perasaan artinya mengidentifikasi perasaan, memberi sebuah kata pada anak untuk emosi yang kuat dan bukan mengatakan pada anak bagaimana merasakannya. Melabeli perasaan saat anak merasakannya memiliki dampak menenangkan bagi sistem saraf anak. Melabeli perasaan juga membantu anak memahami bahwa ia dapat memiliki dua perasaan di waktu yang sama.
Langkah 5:
Orang tua membuat batasan ketika membantu anak mengatasi masalah. Orang tua membatasi cara pengekspresian perasaan. Mereka tidak membatasi perasaan yang dimiliki anak. kemarahan, misalnya, dapat diterima, tetapi memukul saudara tidak dapat diterima. Orang tua membantu anak memikirkan tindakan yang mungkin dilakukan untuk menunjukkan perasaan dan cara mencapai tujuannya dalam situasi tersebut.


Gottman (dalam Brooks, 2011) berpendapat bahwa membicarakan reaksi emosional berdampak positif bagi anak karena ekspresi verbal dari perasaan membantu anak merencanakan tindakan yang sesuai dan menghilangkan akibat dari reaksi emosional yang negatif.

Sumber:
"The Process of Parenting" oleh Jane Brooks (2011).


Bandung, 17 Maret 2014
20:59 waktu laptopku

_Vani_

Sunday, March 16, 2014

Agresi

Agresi dapat didefinisikan sebagai perilaku yang menyebabkan diri sendiri atau orang lain terluka. Luka tersebut dapat berbentuk psikologis maupun fisik.

Unprovoked aggression dapat diartikan bahwa anak berusaha untuk menguasai teman-teman sebayanya melalui penyerangan fisik maupun serangan verbal. Bentuk penyerangan fisik misalnya memukul, menggit, menendang, melemparkan barang-barang, mendorong, dan meludahi. Bentuk serangan verbal misalnya memanggil dengan nama yang jelek, mengejek, mengatakan kata-kata yang tidak seharusnya diucapkan, memerintah, menghina, senang bertengkar, dan mengancam.

Anak yang terus menerus dan terlalu sering memperlihatkan perilaku agresif cenderung impulsif, mudah marah, belum matang, tidak dapat mengungkapkan perasaannya, dan berorientasi tindakan. Selain self-centered, anak yang agresif memiliki kesulitan untuk menerima kritik dan frustrasi.

Anak yang memiliki IQ rendah cenderung untuk menampilkan perilaku agresif. Hal ini mungkin karena cara memecahkan konflik atau menyelesaikan masalah yang lebih halus dan rumit sulit dipelajari oleh mereka.

Antara usia 3 sampai 7 tahun, anak menjadi semakin baik dalam mengontrol agresi mereka.
Anak 2 tahun mungkin akan menyelesaikan perselisihan dengan memukul anak lain menggunakan benda.
Anak usia 4 tahun lebih cenderung untuk berdebat dengan orang lain untuk menyelesaikan perselisihan, minimal beberapa kali.
Pada usia 8-9 tahun, anak secara wajar akan terkontrol dengan baik, meskipun pertengkaran yang hebat dan singkat masih mungkin terjadi.


Kecenderungan munculnya perilaku agresif  yang berlebihan (baik secara fisik maupun verbal) pada anak laki-laki maupun anak perempuan cenderung sama. Penelitian menunjukkan bahwa 1% dari anak-anak yang berusia 10 tahun terus menerus menampilkan overaggressive.


Sumber:
Schaefer, C.E. & Millman, H.L. 1981. How to Help Children with Common Problem. New York: Van Nostrand Reinhold Vompany.


Bandung, 16 Maret 2014
18:38 waktu laptopku

_Vani_

Saturday, March 15, 2014

Pengasuhan adalah Proses

Kali akan menulis mengenai pengasuhan, karena kemarin baru saja menemukan buku yang menarik. Buku yang seperti Harry Potter, semoga bacanya pun seniat membaca Harry Potter. Berikut beberapa cuplikan menarik yang diambil dari buku tersebut.

Pengasuhan adalah:
  • merawat, melindungi, dan membimbing kehidupan baru.
  • memenuhi kebutuhan anak atas cinta, perhatian, dan nilai.

Pengasuhan adalah sebuah proses tindakan dan interaksi antara orang tua dan anak. ini adalah proses dimana kedua pihak saling mengubah satu sama lain saat anak tumbuh menjadi sosok dewasa. Masyarakat adalah kekuatan dinamis ketiga di dalam proses tersebut, masyarakat memberikan dukungan dan tekanan bagi orang tua dan anak serta dapat berubah dalam merespons kebutuhan dan tindakan yang dilakukan orangtua dan anak.

Proses pengasuhan mencakup interaksi terus menerus antara anak, orang tua, dan masyarakat.
  • Anak yang memiliki kebutuhan dan temperamen tersendiri, dan disaat yang sama memenuhi kebutuhan penting orang tua.
  • Orang tua yang bertanggung jawab untuk membesarkan anaknya dan memenuhi kebutuhan anak sembari menjaga pernikahan, pekerjaan, dan hubungan sosial.
  • Msyarakat yang mendefinisikan peran, melaksanakan persyaratan dasar bagi orang tua dan bertindak sebagai sumber dukungan atau tekanan yang kuat bagi anak dan orang tua.

Untuk sementara, segini dulu karena harus siap-siap untuk flight sebelum nanti fight lagi.


Sumber:
"The Process of Parenting" oleh Jane Brooks (2011).


Bandung, 15 Maret 2014
09:36 waktu laptopku

_Vani_

TOWARDS A MODEL OF PARENTAL COMPETENCE

Pendekatan edukatif untuk mempromosikan kompetensi orangtua di Triple P memandang pengembangan kapasitas orang tua untuk self-regulation merupakan keterampilan sentral. Orang tua diajarkan keterampilan yang memungkinkan mereka untuk menjadi pemecah masalah yang independen. Karoly (1993) mendefinisikan self-regulation sebagai berikut:
“Self-regulation refers to those processes, internal and or transactional, that enable an individual to guide his/her goal directed activities over time and across changing circumstances (contexts). Regulation implies modulation of thought, affect, behavior, and attention via deliberate or automated use of specific mechanisms and supportive metaskills. The processes of self-regulation are initiated when routinized activity is impeded or when goal directedness is otherwise made salient (e.g., the appearance of a challenge, the failure of habitual patterns; etc) (p.25).

Jika diartikan, kira-kira sebagai berikut.
Self-regulation mengacu pada proses-proses, internal dan atau transaksional, yang memungkinkan seorang individu untuk mengarahkan kegiatannya pada tujuan dari waktu ke waktu dan seluruh perubahan keadaan (konteks). Regulasi menyiratkan modulasi pemikiran, perasaan, perilaku, dan perhatian dengan sengaja atau penggunaan mekanisme tertentu dan metaskills pendukung secara otomatis. Proses self-regulation dimulai ketika aktivitas rutin terhambat atau ketika pengarahan tujuan dibuat menonjol (misalnya, munculnya tantangan, kegagalan pola kebiasaan, dll).

Definisi ini menekankan bahwa proses self-regulatory yang tertanam dalam konteks sosial yang tidak hanya menyediakan peluang dan keterbatasan untuk self-directedness individu, tetapi menyiratkan pertukaran timbal balik yang dinamis antara faktor-faktor penentu motivasi internal dan eksternal manusia.
Dari perspektif terapeutik, self-regulatory adalah suatu proses dimana individu diajarkan keterampilan untuk memodifikasi perilaku mereka sendiri. Keterampilan ini meliputi:
  • bagaimana memilih tujuan sesuai dengan tahapan perkembangan, 
  • memantau perilaku anak atau diri orang tua sendiri, 
  • memilih metode intervensi yang tepat untuk masalah tertentu, 
  • menerapkan solusi, 
  • self-monitor pelaksanaan solusinya melalui daftar periksa yang berkaitan dengan bidang yang menjadi perhatian, dan 
  • mengidentifikasi kekuatan atau keterbatasan dalam kinerja mereka dan menetapkan tujuan masa depan untuk bertindak.

Kerangka self-regulatory ini dioperasionalkan menjadi:
1.       Self-sufficiency
Karena program parenting terbatas waktu, maka orang tua harus menjadi pemecah masalah yang independen sehingga mereka percaya pada penilaian mereka sendiri dan menjadi kurang bergantung pada orang lain dalam melaksanakan tanggung jawab pengasuhan dasar. Orang tua yang mandiri (self-sufficient) memiliki ketahanan, akal (resourcefulness), pengetahuan dan keterampilan dengan keyakinan.

2.       Parental self-efficacy
Hal ini mengacu pada keyakinan orang tua bahwa mereka dapat mengatasi atau memecahkan masalah pengasuhan atau manajemen anak. Orang tua dengan self-efficacy tinggi memiliki harapan yang lebih positif tentang kemungkinan perubahan.

3.       Self-management
Merupakan alat atau keterampilan yang orang tua gunakan untuk menjadi lebih mandiri termasuk self-monitoring, self-determination terhada standar dan tujuan kinerja, evaluasi diri (self-evaluation) terhadap beberapa kriteria kinerja, dan self-selection terhadap strategi perubahan. Karena setiap orang tua bertanggung jawab terhadap cara yang mereka pilih untuk membesarkan anak-anak mereka, maka orang tua memilih aspek mereka sendiri, memilih teknik pengasuhan dan manajemen anak spesifik yang ingin mereka laksanakan, dan mengevaluasi (self-evaluate) keberhasilan mereka dengan tujuan yang mereka pilih terhadap kriteria yang mereka tentukan sendiri (self-determined).
Triple P bertujuan untuk membantu orang tua membuat keputusan dengan berbagi pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari penelitian kontemporer ke dalam praktek membesarkan anak yang efektif. Proses pelatihan keterampilan aktif dimasukkan ke dalam Triple P agar mengaktifkan keterampilan untuk dimodelkan dan dipraktekkan. Orang tua menerima umpan balik mengenai pelaksanaan dari keterampilan yang dipelajarinya dalam konteks yang mendukung, menggunakan kerangka pengaturan diri (self-regulatory) (lihat Sanders, Markie-Dadds & Turner, 2000).

4.       Personal Agency
Di sini orangtua semakin mengubah atau memperbaiki atribut mereka. Mereka lebih fokus pada usaha mereka sendiri atau anak mereka daripada kesempatan, usia, faktor kematangan, atau kejadian yang tidak terkendali lainnya (misalnya, pengasuhan anak yang buruk yang dilakukan partner (misalnya pasangan mereka) atau gen). Hasil ini dicapai dengan mendorong orang tua untuk mengidentifikasi penyebab atau penjelasan terhadap perilaku anak mereka atau perilaku mereka sendiri. Penyebab atau penjelasan yang diidentifikasi adalah yang berpotensi untuk dimodifikasi.


Mendorong orang tua untuk menjadi mandiri (self-sufficient) berarti bahwa orang tua menjadi lebih terhubung dengan jaringan dukungan sosial (misalnya pasangan, keluarga, teman dan dukungan perawatan anak). Namun, konteks ekologi yang lebih luas dimana keluarga hidup tidak dapat diabaikan (misalnya kemiskinan, lingkungan yang berbahaya, masyarakat, etnis dan budaya). Hipotesisnya adalah semakin mandiri (self-sufficient) orang tua, semakin besar kemungkinan mereka menjadi tangguh dalam menghadapi kesulitan, mencari dukungan yang tepat ketika mereka membutuhkannya, menjadi pendukung untuk anak-anak, terlibat dalam pendidikan anak mereka, dan melindungi anak-anak dari bahaya (misalnya dengan mengelola konflik dengan pasangan, dan menciptakan lingkungan yang aman dan konflik rendah).


Sumber:
sebuah jurnal oleh Matthew R. Sanders, Carol Markie‐Dadds and Karen M.T. Turner (2003)
(untuk sementara, sumber sengaja tidak dituliskan.. :P)


Bandung, 15 Maret 2014
08:51 waktu laptopku

_Vani_

Friday, March 14, 2014

LEVEL 5: Enhanced Triple

Level intervensi ini ditujukan untuk keluarga dengan faktor risiko tambahan yang tidak berubah sebagai hasil dari partisipasi pada level intervensi yang lebih rendah. Level ini memperluas fokus intervensi dengan memasukkan komunikasi perkawinan, manajemen suasana hati, dan keterampilan mengatasi stres bagi orang tua. Biasanya pada level intervensi ini, anak memiliki masalah perilaku cukup parah, yang dipersulit oleh tambahan faktor kesulitan keluarga.
Setelah partisipasi dalam program Level 4, keluarga yang meminta atau dianggap membutuhkan bantuan lebih lanjut diundang untuk berpartisipasi dalam program yang dirancang secara individual ini (Enhanced Tiga P). Pada sesi pertama, dilakukan review, membuat tujuan, serta menegosiasikan rencana pengobatan.
Tiga modul terapi individu lanjutan kemudian dapat ditawarkan kepada keluarga secara individual atau dalam kombinasi: Praktek, Keterampilan Coping, dan Dukungan Partner. Setiap modul idealnya dilakukan maksimal 3 sesi yang berlangsung hingga 90 menit masing-masing sesi (dengan pengecualian kunjungan rumah, yang harus berlangsung selama 40-60 menit masing-masingnya).
Dalam setiap modul tambahan, komponen yang akan diperoleh masing-masing keluarga ditentukan atas dasar pertimbangan klinis dan kebutuhan yang diidentifikasi oleh keluarga (yaitu latihan-latihan tertentu dapat dihilangkan jika orang tua telah menunjukkan kompetensi di daerah sasaran).
Semua sesi menggunakan proses pelatihan keterampilan aktif untuk membantu orang tua memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru. Orang tua terlibat aktif di seluruh program dengan kesempatan untuk belajar melalui pengamatan, diskusi , praktek, dan umpan balik . Orangtua menerima umpan balik yang konstruktif tentang penggunaan keterampilan dalam konteks emosional yang mendukung.
Di antara sesi, orang tua menyelesaikan tugas pekerjaan rumah lengkap untuk mengkonsolidasikan pembelajaran mereka. Setelah selesai modul yang dirancang secara individual, sesi akhir dilakukan untuk mempromosikan pemeliharaan pengobatan yang telah diperoleh dengan meningkatkan keterampilan manajemen diri orang tua dan dengan demikian mengurangi ketergantungan orang tua pada clinician.

Modul pertama, Praktek, terdiri dari tiga sesi yang sering dilakukan di rumah. Sesi ini memberikan kesempatan pada orang tua untuk berlatih dan menerima umpan balik secara pribadi dalam penerapan strategi mengasuh secara positif yang diperkenalkan di Triple P level 4. Proses ini memungkinkan orang tua dan clinician untuk bekerja sama mengidentifikasi dan mengatasi hambatan dan memperbaiki pelaksanaan strategi ini. Sesi ini sebagian besar self-directed, dimana orang tua menetapkan tujuan mereka sendiri, mengevaluasi kinerja mereka sendiri, dan menetapkan tugas-tugas pekerjaan rumah mereka sendiri .

Modul kedua, Keterampilan Coping, dirancang untuk orang tua yang mengalami kesulitan penyesuaian pribadi yang mengganggu kemampuan pengasuhan mereka. Kesulitan termasuk stres, kegelisahan, depresi, atau kemarahan. Modul ini mencakup 3 sesi untuk membantu mengidentifikasi pola-pola pemikiran disfungsional dan memperkenalkan keterampilan coping pribadi pada orang tua, seperti relaksasi, pernyataan coping didasarkan pada stress inoculation training (Meichenbaum, 1974) , menantang pikiran yang tidak membantu (Beck, Rush, Shaw, & Emery, 1979) , dan mengembangkan rencana coping.

Modul ketiga, Dukungan Partner (berdasarkan Dadds, Schwartz, & Sanders, 1987), dirancang untuk keluarga dengan dua orang tua yang memiliki kesulitan penyesuaian hubungan atau komunikasi. Modul ini terdiri dari 3 sesi, yang memperkenalkan orang tua pada berbagai keterampilan untuk meningkatkan kerja sama tim sebagai mitra pengasuhan. Ini membantu meningkatkan komunikasi mereka, meningkatkan konsistensi dalam penggunaan strategi mengasuh secara positif, dan memberikan dukungan untuk upaya pengasuhan masing-masing. Orang tua diajarkan cara-cara positif mendengarkan dan berbicara satu sama lain, berbagi informasi dan tetap up to date tentang masalah keluarga , saling mendukung satu sama lain bila terjadi masalah, dan memecahkan masalah.

Beberapa modul tambahan level 5 saat ini sedang dikembangkan dan diuji coba. Termasuk diantaranya modul khusus untuk mengubah atribusi disfungsional, meningkatkan keamanan rumah, memodifikasi gangguan dalam hubungan attachment, dan strategi untuk mengurangi beban perawatan orang tua yang memiliki anak-anak dengan disabilities. Ketika selesai, modul-modul tambahan ini akan terdiri dari berbagai sumber daya tambahan yang komprehensif bagi para praktisi untuk menyesuaikan dengan faktor-faktor risiko tertentu yang memerlukan intervensi tambahan .

Triple P level 5 ini dirancang sebagai strategi pencegahan. Level ini dirancang untuk keluarga yang mengalami kesulitan perilaku anak yang sedang berlangsung setelah menyelesaikan Triple P Level 4, atau yang mungkin memiliki faktor kesulitan keluarga tambahan seperti kesulitan penyesuaian orang tua dan kesulitan dukungan mitra yang tidak terselesaikan selama intervensi Level 4.


Sumber:
sebuah jurnal oleh Matthew R. Sanders, Carol Markie‐Dadds and Karen M.T. Turner (2003)
(untuk sementara, sumber sengaja tidak dituliskan.. :P)


Bandung, 14 Maret 2014
22:34 waktu laptopku

_Vani_

LEVEL 4: Standard Triple P / Group Triple P / Self-Directed Triple P

Level ini menarget individu yang berisiko tinggi yang diidentifikasi memiliki masalah, tetapi belum memenuhi kriteria diagnostik untuk gangguan perilaku. Perlu dicatat bahwa tingkat intervensi dapat menargetkan masing-masing anak beresiko atau populasi keseluruhan untuk mengidentifikasi masing-masing anak beresiko. Sebagai contoh, versi kelompok program dapat ditawarkan secara universal di daerah berpenghasilan rendah, dengan tujuan untuk mengidentifikasi dan melibatkan orang tua dari anak-anak dengan perilaku mengganggu dan agresif yang parah.
Orang tua diajarkan berbagai keterampilan manajemen anak, termasuk:
·         Memberikan perhatian singkat setelah anak menampilkan perilaku yang diinginkan,
·         Bagaimana mengatur kegiatan yang menarik dalam situasi berisiko tinggi, dan
·         Bagaimana menggunakan instruksi yang jelas dan tenang,
·         Memberikan konsekuensi logis untuk perilaku yang tidak diinginkan,
·         Melakukan pengabaian yang direncanakan, waktu tenang (time-out non eksklusif) , dan time-out.

Orang tua dilatih untuk menerapkan keterampilan ini baik di rumah dan di masyarakat. Strategi khusus seperti pelatihan kegiatan yang direncanakan digunakan untuk mempromosikan generalisasi dan pemeliharaan keterampilan pengasuhan di seluruh pengaturan dan dari waktu ke waktu (Sanders & Dadds, 1982). Seperti di Level 3, level intervensi ini menggabungkan penyediaan informasi dengan pelatihan keterampilan aktif dan dukungan. Bedanya, level ini mengajarkan orang tua untuk menerapkan keterampilan pengasuhan untuk berbagai perilaku target di dalam rumah dan setting masyarakat dengan target anak dan saudara kandung.

Terdapat beberapa format delivery yang berbeda pada level intervensi ini.

Standard Triple P
Program 10 - sesi ini mencakup sesi mengenai:
-          Penyebab masalah perilaku anak-anak,
-          Strategi untuk mendorong perkembangan anak, dan
-          Strategi untuk mengelola perilaku. 
Metode pelatihan keterampilan aktif termasuk modelling, latihan, umpan balik, dan tugas pekerjaan rumah. Segmen dari video Every Parent’s Survival Guide dapat digunakan untuk menunjukkan kemampuan mengasuh secara positif. Beberapa strategi peningkatan generalisasi digabungkan (misalnya pelatihan dengan eksemplar yang memadai; training loosely, yaitu memvariasikan kondisi stimulus untuk pelatihan) untuk mempromosikan transfer keterampilan orang tua di seluruh setting, saudara, dan waktu. Kunjungan rumah atau sesi pengamatan klinik juga dilakukan di mana orang tua memilih sendiri tujuan yang ingin dilatih. Orang tua diamati berinteraksi dengan anak mereka dan menerapkan keterampilan parenting, dan kemudian menerima umpan balik dari praktisi. Sesi klinik kemudian digunakan untuk mengidentifikasi situasi pengasuhan berisiko tinggi dan mengembangkan rutinitas kegiatan yang direncanakan. Masing-masing sesi berlangsung hingga 90 menit (dengan pengecualian adanya kunjungan rumah, yang harus berlangsung 40-60 menit masing-masing) .

Group Triple P
Group Triple P adalah program 8 sesi, idealnya dilakukan dalam kelompok yang terdiri dari 10-12 orang tua. Ini menggunakan proses pelatihan keterampilan aktif untuk membantu orang tua memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru.
Program ini terdiri dari 4 sesi kelompok selama 2 jam, yang memberikan kesempatan bagi orang tua untuk belajar melalui pengamatan, diskusi, praktek dan umpan balik.
  • Segmen dari video Every Parent’s Survival Guide digunakan untuk menunjukkan keterampilan mengasuh secara positif.
  • Keterampilan ini kemudian dipraktekkan dalam kelompok kecil.
  • Orang tua menerima umpan balik yang konstruktif tentang penggunaan keterampilan dalam konteks emosional yang mendukung.
Di antara sesi, orang tua menyelesaikan tugas pekerjaan rumah untuk mengkonsolidasikan pembelajaran mereka dari sesi kelompok.
Setelah sesi kelompok, 3 sesi tindak lanjut melalui telepon selama 15–30 menit dilakukan untuk memberikan dukungan tambahan kepada orang tua karena mereka mempraktekkan apa yang telah mereka pelajari dalam sesi kelompok.
Sesi akhir yang meliputi keterampilan generalisasi dan pemeliharaan dapat ditawarkan sebagai sesi kelompok dan perayaan, atau sebagai sesi telepon, tergantung pada sumber daya yang tersedia.
Meskipun pelaksanaan program dalam kelompok dapat berarti bahwa orang tua yang kurang mendapat perhatian individual, namun ada beberapa manfaat dari partisipasi kelompok untuk orang tua. Manfaat-manfaat ini termasuk dukungan, persahabatan, dan umpan balik yang konstruktif dari orang tua yang lain, serta kesempatan orang tua untuk menormalkan pengalaman pengasuhan mereka melalui interaksi dengan orang tua lain.

Self-Directed Triple P
Dalam model delivery self-directed ini, informasi rinci diberikan dalam buku kerja parenting, Every Parent's Self-Help Workbook (Markie-Dadds, Sanders & Turmer, 1999) yang menguraikan program self-help 10-minggu untuk orang tua. Setiap sesi mingguan berisi serangkaian pembacaan set dan tugas pekerjaan rumah yang disarankan bagi orang tua untuk diselesaikan. Format ini awalnya dirancang sebagai kelompok kontrol untuk uji klinis yang hanya mendapatkan informasi. Namun, laporan positif dari keluarga menunjukkan bahwa program ini menjadi intervensi yang kuat (Markie-Dadds & Sanders, dalam persiapan).
Beberapa orang tua butuh dan mencari dukungan yang lebih banyak dalam mengelola anak-anak mereka daripada hanya memiliki akses ke informasi. Oleh karena itu, program self-help dapat ditambah dengan konsultasi telepon mingguan selama 15–30 menit. Model konsultasi ini bertujuan untuk memberikan dukungan minimal yang singkat untuk orang tua sebagai suatu cara menjaga mereka agar fokus dan termotivasi saat mereka melalui program dan membantu dalam menyesuaikan program dengan kebutuhan spesifik dari keluarga. Daripada memperkenalkan strategi baru, konsultasi ini mengarahkan orangtua pada bagian-bagian dari materi tertulis, yang mungkin cocok untuk situasi mereka saat ini.

Intervensi level 4 diindikasikan jika anak tersebut mengalami beberapa masalah perilaku pada berbagai setting dan ada defisit yang jelas dalam keterampilan pengasuhan.
  • Jika orangtua ingin memperoleh bantuan secara individual dan dapat berkomitmen untuk mengikuti 10 sesi, maka program Standard Triple P tepat untuk mereka.
  • Group Triple P adalah prevention parenting support strategy yang tepat untuk semua orang tua atau untuk kelompok orang tua yang menjadi sasaran. Program ini sangat berguna sebagai strategi intervensi awal untuk orang tua dari anak-anak dengan masalah perilaku yang baru muncul.
  • Self-Directed Triple P sangat ideal untuk keluarga dengan akses ke layanan klinis yang buruk (misalnya keluarga di daerah pedesaan atau terpencil). Hal ini paling mungkin berhasil dengan keluarga yang termotivasi untuk bekerja melalui program mereka sendiri dan tidak ada kesulitan dalam bahasa atau membaca.

Hambatan yang mungkin perlu dipertimbangkan adalah kesulitan keluarga besar dan kehadiran orang tua atau anak dengan psikopatologi. Dalam kasus ini, intervensi level 4 dapat dimulai, dengan pemantauan yang cermat terhadap kemajuan keluarga. Intervensi level 5 mungkin diperlukan sebagai lanjutan dari level 4. Dan dalam beberapa kasus, komponen level 5 dapat diperkenalkan secara bersamaan.


Sumber:
sebuah jurnal oleh Matthew R. Sanders, Carol Markie‐Dadds and Karen M.T. Turner (2003)
(untuk sementara, sumber sengaja tidak dituliskan.. :P)


Bandung, 14 Maret 2014
22:22 waktu laptopku

_Vani_

LEVEL 3: Primary Care Triple P

Ini adalah strategi pencegahan selektif lebih intensif yang menarget orang tua yang memiliki keprihatinan ringan dan relatif diskrit tentang perilaku atau perkembangan anak mereka (misalnya, toilet training, tantrum, gangguan tidur).
Level 3 adalah program 3-4 sesi selama 20 menit yang menggabungkan pelatihan keterampilan aktif dan penggunaan selektive parenting tip sheets meliputi masalah perkembangan dan perilaku umum. Hal ini juga membangun strategi peningkatan generalisasi untuk mengajarkan orang tua bagaimana menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh untuk perilaku non-target dan saudara lainnya.

Sesi 1:
  1. Menjelaskan sejarah dan sifat dari masalah yang diajukan (melalui wawancara dan observasi langsung);
  2. Melakukan negosiasi gol untuk intervensi; dan
  3. Mengatur sistem pemantauan dasar untuk melacak terjadinya masalah perilaku.

Sesi 2:
  1. Ulasan masalah awal untuk menentukan apakah masalah tersebut masih terjadi saat ini;
  2. Membahas hasil pemantauan dasar, termasuk persepsi orang tua terhadap perilaku anak;
  3. Berbagi kesimpulan dengan orang tua tentang sifat dari masalah (yaitu formulasi diagnostik) dan etiologi yang mungkin terjadi;
  4. Melakukan negosiasi rencana pengasuhan (menggunakan tip sheets atau merancang kegiatan yang direncanakan rutin).
  5. Mengidentifikasi dan melawan setiap hambatan untuk pelaksanaan rutinitas baru dengan mengembangkan rencana coping pribadi dengan setiap orang tua.
  6. Orang tua kemudian melaksanakan program.

Sesi 3 meliputi memantau kemajuan keluarga dan membahas masalah pelaksanaan, dan mungkin melibatkan pengenalan strategi pengasuhan tambahan. Tujuannya adalah untuk memperbaiki pelaksanaan rutin yang diperlukan dan memberikan dorongan terhadap usaha mereka.

Sesi 4 meliputi :
a)      Review progress;
b)      Trouble shooting untuk kesulitan yang mungkin dialami orang tua;
c)       Umpan balik positif dan dorongan;
d)      Pemutusan kontak.

Jika tidak ada hasil positif yang dicapai setelah beberapa minggu, keluarga dapat dirujuk ke tingkat yang lebih tinggi dari intervensi.

Tingkat intervensi ini sesuai untuk pengelolaan masalah perilaku anak yang diskrit dan tidak diperumit oleh kesulitan manajemen perilaku utama atau disfungsi keluarga lainnya. Perbedaan utama dengan level 2 adalah pemberian saran dan informasi didukung oleh pelatihan keterampilan aktif untuk para orang tua yang memerlukannya untuk menerapkan strategi pengasuhan yang direkomendasikan.

Anak-anak umumnya tidak memenuhi kriteria diagnostik untuk gangguan klinis seperti oppositional defiant disorder, conduct disorder atau ADHD, tapi mungkin ada tingkat subklinis dari perilaku bermasalah.


Sumber:
sebuah jurnal oleh Matthew R. Sanders, Carol Markie‐Dadds and Karen M.T. Turner (2003)
(untuk sementara, sumber sengaja tidak dituliskan.. :P)


Bandung, 14 Maret 2014
22:14 waktu laptopku

_Vani_

LEVEL 2: Selected Triple P

Program pencegahan selektif mengacu pada strategi yang menarget subkelompok tertentu yang diyakini berada pada risiko yang lebih besar untuk mengembangkan masalah. Tujuannya adalah untuk mencegah timbulnya masalah perilaku yang signifikan. Status risiko individu dari orang tua tidak secara khusus dinilai di awal, tetapi mereka mungkin menjadi sasaran karena mereka menjadi bagian dari subkelompok yang umumnya diyakini berisiko (misalnya, semua orang tua balita).
Level 2 adalah intervensi selektif yang disampaikan melalui layanan perawatan primer, misalnya layanan kesehatan ibu dan anak, dokter umum dan dokter keluarga, pusat penitipan anak, taman kanak-kanak, dan sekolah. Layanan ini merupakan layanan yang sangat bagus untuk menyediakan program pengasuhan berorientasi preventif yang singkat karena orang tua melihat praktisi perawatan primer sebagai sumber informasi yang kredibel tentang anak-anak dan tidak terkait dengan stigma yang sering melekat, yaitu mencari layanan dari spesialis kesehatan mental. Program pelatihan profesional Triple P untuk dokter umum, perawat kesehatan anak, dan penyedia perawatan primer lainnya dirancang untuk meningkatkan deteksi dini dan pengelolaan masalah perilaku anak, dan mengembangkan hubungan yang lebih erat dengan para profesional kesehatan mental berbasis masyarakat dan pelayanan keluarga spesialis lainnya, termasuk mekanisme rujukan yang tepat.

Selected Triple P merupakan intervensi singkat sebanyak satu atau dua sesi untuk orang tua dengan kekhawatiran khusus tentang perilaku atau perkembangan anak mereka. Serangkaian parenting tip sheets digunakan untuk memberikan informasi dasar kepada orang tua tentang pencegahan dan pengelolaan masalah umum di masing-masing lima kelompok usia: bayi (Markie-Dadds, Turner, & Sanders, 1997); balita (Turner, Markie-Dadds, & Sanders, 1996); anak-anak prasekolah (Turner, Sanders, & Markie-Dadds, 1996), dan anak-anak usia sekolah dasar (Sanders, Turner, & Markie-Dadds, 1996), dan remaja (Sanders & Ralph, 2001) .
Empat program rekaman video melengkapi parenting tip sheets untuk digunakan dalam konsultasi perawatan primer singkat. Setiap parenting tip sheets menunjukkan cara praktis dan efektif untuk mencegah atau memecahkan manajemen masalah perkembangan anak umum. Informasi disediakan dalam format konsultasi singkat, yang menjelaskan masalah yang diajukan, menjelaskan bahan dan membuatnya untuk kebutuhan keluarga. Keluarga diundang untuk kembali jika membutuhkan bantuan lebih lanjut jika mereka mengalami kesulitan.

Tingkat intervensi dirancang untuk pengelolaan masalah perilaku anak diskrit yang tidak dilengkapi dengan kesulitan manajemen perilaku utama lainnya atau disfungsi keluarga. Penekanan intervensi level 2 adalah pengelolaan perilaku anak yang spesifik daripada mengembangkan berbagai keterampilan manajemen anak.
Indikator kunci untuk intervensi level 2 meliputi:
1)      Orang tua mencari informasi, maka konteks motivasinya baik;
2)      Masalah perilaku relatif diskrit;
3)      Perilaku bermasalah memiliki tingkat keparahan ringan sampai sedang;
4)      Perilaku bermasalah memiliki onset yang baru;
5)      Orang tua dan/atau anak tidak menderita psikopatologi;
6)      Situasi keluarga cukup stabil, dan
7)      Keluarga telah berhasil menyelesaikan intervensi tingkat lain dan kembali untuk sesi penguat.


Sumber:
sebuah jurnal oleh Matthew R. Sanders, Carol Markie‐Dadds and Karen M.T. Turner (2003)
(untuk sementara, sumber sengaja tidak dituliskan.. :P)


Bandung, 14 Maret 2014
22:10 waktu laptopku

_Vani_

LEVEL 1: Universal Triple P

Level ini merupakan strategi pencegahan universal yang menarget seluruh penduduk (misalnya, nasional, masyarakat lokal, lingkungan atau sekolah) dengan program yang bertujuan untuk mencegah pengasuhan yang tidak memadai atau disfungsional (Mrazek & Haggerty, 1994).
Universal Triple P bertujuan untuk menggunakan strategi pemasaran sosial dan promosi kesehatan untuk:
  1. Mempromosikan penggunaan praktik pengasuhan positif dalam masyarakat;
  2. Meningkatkan penerimaan dari orang tua untuk berpartisipasi dalam program;
  3. Meningkatkan ketertarikan sikap masyarakat terhadap program dan pengasuhanpada umumnya;
  4. Destigmatise dan menormalkan proses mencari bantuan untuk anak-anak dengan masalah perilaku;
  5. Meningkatkan visibilitas dan jangkauan program, dan
  6. Counter alarmist, sensationalised or parent-blaming messages in the media.

Sumber daya media yang saat ini digunakan terdiri dari unsur-unsur berikut.
  • Iklan televisi berdurasi 30 detik untuk mempromosikan program untuk disiarkan sebagai iklan layanan masyarakat ( CSA ).
  • Program pengumuman komersial di radio selama 30 detik.
  • Serangkaian rekaman suara audio mengenai mengasuh anak secara positif (positive parenting) berdurasi 60 detik, terdiri dari 40 rekaman.
  • 52 kolom surat kabar tentang Triple P berurusan dengan masalah pengasuhan umum dan topik ketertarikan umum orang tua.
  • Sumber informasi self-directed dalam bentuk positive parenting tip sheet dan serangkaian video untuk orang tua, yang menggambarkan bagaimana menerapkan saran manajemen perilaku untuk menghadapi perilaku umum dan masalah perkembangan.
  • Materi iklan cetak (seperti poster, brosur, kartu nama, cangkir kopi, T-shirt mengasuh positive parenting, magnet kulkas).
  • Serangkaian siaran pers dan surat sampel untuk editor lokal televisi, radio, surat kabar, dan tokoh masyarakat yang meminta dukungan dan keterlibatan dengan program mereka.
  • Panduan koordinator program untuk penggunaan media kit.
Level intervensi ini sangat berguna bagi orang tua yang memiliki sumber daya pribadi yang cukup (seperti motivasi, keterampilan literacy, komitmen, waktu, dan dukungan) untuk menerapkan strategi yang disarankan tanpa dukungan tambahan selain parenting tip sheet mengenai topik yang dibutuhkan. Namun, strategi media saja tidak mungkin efektif untuk orang tua dari anak-anak dengan gangguan perilaku yang parah atau orang tua yang tertekan, martially distressed atau menderita psikopatologi. Untuk orang tua ini, ini bentuk yang lebih intensif intervensi mungkin diperlukan.


Sumber:
sebuah jurnal oleh Matthew R. Sanders, Carol Markie‐Dadds and Karen M.T. Turner (2003)
(untuk sementara, sumber sengaja tidak dituliskan.. :P)


Bandung, 14 Maret 2014
19:39 waktu laptopku

_Vani_

Levels of Intervention

Berikut adalah gambaran umum mengenai model parenting dan family support Triple P.





Sumber:
sebuah jurnal oleh Matthew R. Sanders, Carol Markie‐Dadds and Karen M.T. Turner (2003)
(untuk sementara, sumber sengaja tidak dituliskan.. :P)


Bandung, 14 Maret 2014
18:45 waktu laptopku

_Vani_

Prinsip Positive Parenting

Lima prinsip utama positive parenting yang merupakan dasar dari positive parenting program adalah sebagai berikut.

1.       Ensuring a safe and engaging environment
Prinsip ini sangat penting untuk mempromosikan perkembangan yang sehat dan untuk mencegah kecelakaan dan cedera di rumah (Peterson & Salanda, 1996; Wesch & Lutzker, 1991). Prinsip ini juga relevan untuk anak-anak dan remaja yang membutuhkan pengawasan dan pemantauan yang memadai dalam konteks perkembangan yang sesuai (Dishion & McMahon, 1998; Forehand, Miller, Dutra, & Watts Chance, 1997).

2.       Creating a positive learning environment
Melibatkan pendidikan orang tua dalam peran mereka sebagai guru pertama bagi anak mereka. Program ini secara khusus menargetkan bagaimana orang tua dapat merespon secara positif dan konstruktif agar anak memulai interaksi (misalnya, meminta bantuan, informasi, saran, perhatian) melalui pengajaran yang terkait untuk membantu anak-anak belajar memecahkan masalah bagi diri mereka sendiri. Pengajaran tersebut melibatkan orang tua yang menerima interaksi yang dimulai oleh anak ketika anak-anak mencoba untuk berkomunikasi dengan orang tua mereka. Prosedur ini telah digunakan secara luas dalam pengajaran bahasa, keterampilan sosial, dan pemecahan masalah sosial (misalnya, Hart & Risley, 1975, 1995).

3.       Using assertive discipline
Strategi pengelolaan anak tertentu diajarkan sebagai alternatif praktek disiplin yang tidak efektif dan pemaksaan (seperti berteriak, mengancam atau menggunakan hukuman fisik). Berbagai prosedur perubahan perilaku ditunjukkan kepada orang tua, termasuk memilih aturan-aturan dasar untuk situasi tertentu; membahas aturan dengan anak-anak; memberikan instruksi dan permintaan yang jelas, tenang, dan sesuai usia; konsekuensi logis; quiet time (time out non-eksklusif); time out; dan mengabaikan yang direncanakan.

4.       Having realistic expectations
Melibatkan orang tua untuk mengeksplorasi harapan, asumsi dan keyakinan mereka tentang penyebab perilaku anak-anak, dan memilih tujuan yang sesuai dengan tahapan perkembangan bagi anak dan realistis bagi orangtua. Terdapat bukti bahwa orang tua yang beresiko melakukan abusing pada anak-anak mereka lebih mungkin untuk memiliki harapan yang tidak realistis terhadap kemampuan anak-anak (Azar & Rohrbeck, 1986).

5.       Taking care of oneself as a parent

Parenting dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berdampak pada harga diri dan rasa kesejahteraan orang tua. Semua tingkat Triple P secara khusus mengatasi masalah ini dengan mendorong orang tua untuk melihat pengasuhan sebagai bagian dari konteks yang lebih besar dari perawatan diri pribadi, sumber daya, dan kesejahteraan dan dengan mengajarkan pada orang tua mengenai keterampilan praktis pengasuhan dan semua pengasuhan yang mungkin untuk diimplementasikan.


Sumber:
sebuah jurnal oleh Matthew R. Sanders, Carol Markie‐Dadds and Karen M.T. Turner (2003)
(untuk sementara, sumber sengaja tidak dituliskan.. :P)


Bandung, 14 Maret 2014
18:31 waktu laptopku


_Vani_